Nasib Tragis Remaja Jepang di AS, Ditembak Tanpa Alasan hingga Tewas
- ANTARA/Andika Wahyu
Mereka berhubungan dengan Charles Moore, seorang pengacara yang berpengalaman menangani kasus seperti itu. Sebelumnya, Moore bekerja secara pro bono alias sukarela saat mendampingi seorang wanita Inggris yang ditabrak pengemudi mabuk di Louisiana.
"Kadang-kadang Anda hanya melakukan sesuatu karena Anda ingin melakukan hal benar," kata Moore, dalam sebuah wawancara telepon.
"Saya selalu mendapat telepon setiap saat tentang kasus Yoshi meskipun perkara itu sudah berlalu 25 tahun atau lebih."
"Saya tidak pernah berharap mendapat bayaran apa pun dari kasus itu. Saya pikir perusahaan asuransi akan menolak untuk membayar gugatan karena itu adalah tindakan yang disengaja dan tidak ada cakupan untuk tindakan yang disengaja," kata Moore.
Yang mengejutkan, perusahaan asuransi membayar kala itu membayar US$100 ribu (sekitar Rp1,4 miliar dalam kurs saat ini). Hakim dalam perkara itu, William Brown, menyatakan pembelaan diri bukanlah alasan yang dapat diterima.
Tetapi keluarga Hattori tidak menyimpan uang ganti rugi itu. Sebaliknya, mereka meninggalkan semuanya di AS untuk mendanai program lanjutan pengendalian senjata.
Mieko dan Masa tetap terlibat dalam aktivisme, hampir tiga dekade setelah pembunuhan putra mereka.
Baru-baru ini mereka berbicara kepada siswa yang selamat dari penembakan di Parkland, Florida, AS, tanggal Februari 2018. Mereka juga mengambil bagian dalam March for Our Lives pada Maret 2018 untuk menunjukkan dukungan.
Keluarga Haymaker juga tetap terlibat dalam aktivisme yang sama. Selama bertahun-tahun, mereka menyumbangkan ratusan ribu dolar kepada sejumlah kelompok penyokong isu kontrol senjata, termasuk Koalisi untuk Menghentikan Kekerasan Bersenjata.
Koalisi itu menggunakan uang mereka untuk membentuk kelompok kerja yang membantu merumuskan `regulasi bendera merah`. Itu adalah tindakan hukum yang memungkinkan pengadilan menyita senjata api dari orang-orang yang dinilai berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain.
Pasangan Haymaker baru-baru ini menyumbangan US$500 ribu (Rp7 miliar) ke almamater Dick, Carleton College, untuk menciptakan Dana Peringatan Yoshihiro Hattori.
Sumbangan itu bertujuan untuk membantu menutupi biaya bagi siswa Jepang yang belajar di lembaga pendidikan di Minnesota tersebut.
Holley dan Dick tidak lagi terlibat aktif dalam kampanye. Holley, 74, masih bekerja paruh waktu di bidang kesehatan mental di sekolah-sekolah umum. Sementara Dick, 79, telah pensiun.
Belakangan, mereka tetap menyaksikan debat publik di AS tentang undang-undang senjata.
"Situasinya kini sangat, sangat berbeda," kata Dick. "Ada begitu banyak peristiwa dan begitu banyak orang muda yang terlibat dan itu sangat penting. Bagaimana senjata akhirnya akan hilang, aku tidak tahu."