Asia Tenggara di Tengah Kepungan ISIS
- dw
Setelah kehilangan teritorialnya di Suriah dan Irak pada Maret 2019, ISIS mengubah diri menjadi organisasi teroris global yang terdesentralisasi. Menurut para ahli, wilayah Asia Tenggara yang sulit dikontrol karena banyaknya pulau sangat cocok untuk infiltrasi ISIS.
Setelah serangan di Sri Lanka pada April 2019, direktur Pusat Penelitian Islam Global di Frankfurt, Susanne Schmidmeister, mengatakan: "Di seluruh Asia Selatan dan Tenggara ada struktur jihadis dengan latar belakang internasional."
Di Asia Tenggara, kelompok-kelompok teroris sudah menyatakan komitmen mereka terhadap ISIS pada tahun 2014. Sejak 2016, surat kabar ISIS "al-Fatihin" ("Sang Penakluk") terbit mingguan dalam bahasa Melayu dan Indonesia. Sejak 2018, terjadi sebelas bom bunuh diri di Indonesia dan enam insiden di Filipina.
Hampir setiap minggu, surat kabar di wilayah regional melaporkan penangkapan para militan Islamis. Di Malaysia saja, selama enam tahun belakangan telah ditahan lebih dari 500 tersangka teroris.
Sekarang ada pula kemungkinan kembalinya orang-orang dari Suriah dan Irak. Malaysia memperkirakan ada 53 orang dan Indonesia lebih dari 100 orang, demikian menurut surat kabar Benar News.
Perlu Pendekatan Berbeda
Konflik di kota Marawi, di Pulau Mindanao, Filipina, dari Mei hingga Oktober 2017 menunjukkan besarnya kapasitas perlawanan militan Islamis.
Mereka berhasil menguasai kota berpenduduk 200 ribu jiwa dan bertempur selama berbulan-bulan dengan pihak militer Filipina. Kini, sebagian kota telah hancur dan ada lebih dari 50 ribu penduduk tinggal di tempat-tempat penampungan.
Para pakar menilai langkah-langkah antiterorisme yang diambil oleh pemerintah masing-masing negara di wilayah ini secara berbeda.