Politik 'Dua Kaki' Amerika Serikat
- dw
Amerika Serikat (AS) memainkan politik ‘dua kaki’ di Suriah. Satu sisi, AS tidak memberikan pernyataan resmi mendukung atau menolak atas serangan Turki ke Kurdi di Suriah. Padahal, Kurdi dikenal sebagai Sekutu AS dalam memberantas ISIS di sana.
Tapi, sisi lain, AS memberikan sanksi ekonomi kepada Turki dengan dalih melakukan invasi militer ke Suriah.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa pemerintahannya menjatuhkan sanksi kepada tiga Menteri dan Departemen Pertahanan dan Kementerian Energi Turki, serta membatalkan negosiasi perdagangan senilai 100 miliar dolar AS.
Tak hanya itu, Trump juga menjatuhkan sanksi dagang berupa kenaikan tarif baja sebesar 50 persen terhadap Turki.
"Saya sangat siap untuk menghancurkan ekonomi Turki, jika para pemimpinnya terus menempuh jalan berbahaya dan destruktif seperti ini,” ujarnya, Selasa (15/10).
Sebelumnya, Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence mengatakan kepada wartawan hari Senin (14/10), Washington "sama sekali tidak akan mentolerir lagi invasi militer Turki ke Suriah". Pence menambahkan, Presiden Trump telah membahasnya melalui telepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
“Presiden Trump menyampaikan kepada Presiden Erdogan dengan sangat jelas bahwa Amerika ingin Turki segera menghentikan invasi militernya, dan segera melakukan gencatan senjata serta mulai bernegosiasi dengan pasukan Kurdi di Suriah untuk mengakhiri semua ini,” ujar Pence.
Menurut Pence, AS akan terus meningkatkan sanksi, jika Turki tidak segera melakukan gencatan senjata, bernegosiasi dan mengakhiri kekerasan.
Sementara Menteri Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin menambahkan, sanksi ini pasti merugikan Turki yang ekonominya memang sedang melemah.
Baca juga: Kecam Invasi Militer Turki di Suriah, Uni Eropa Gagal Sepakati Embargo Senjata
Tarik pasukan militer dari Suriah, Trump tuai kritik
Sebelumnya, langkah Trump menarik pasukan militernya dari Suriah dikritik banyak pihak karena dianggap berpotensi membangkitkan kembali kelompok ISIS di Suriah.
Namun Trump mengatakan, walau ia telah menarik sekitar 1.000 pasukan militernya dari Suriah, mereka akan tetap bersiaga di Timur Tengah untuk "memantau situasi" dan mencegah kebangkitan ISIS.
Trump mengatakan penarikan tentara militernya belum diketahui untuk berapa lama. Namun melalui serangkaian cuitan di Twitter, Trump menyampaikan bahwa penarikan militer AS tidak akan melemahkan keamanan dan kredibilitas negaranya.
Trump menampik kritik yang dialamatkan kepadanya atas tindakan penarikan militer AS dari Suriah sebagai bentuk pengkhianatan terhadap pasukan Kurdi.
“Siapapun yang ingin membantu Suriah, melindungi orang Kurdi, tidak jadi masalah bagi saya. Apakah itu Rusia, China atau Napoleon Bonaparte,” ujarnya.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Mark Esper, mengatakan akan melakukan perjalanan ke markas besar NATO di Brussels, Belgia pada minggu depan, untuk mendesak sekutu Eropa menempuh langkah ekonomi dan diplomatik terhadap Turki.
Esper menambahkan, invasi militer Turki di Suriah Utara sangat ditentang oleh militer AS, karena berisiko menimbulkan konflik yang lebih luas. Maka sebanyak 200 tentara AS akan tetap ditempatkan di pangkalan militer Tanf, di dekat perbatasan Yordania, Suriah selatan.
Semua berawal dari invasi militer Turki
Kejadian bermula, saat Turki memulai invasi militernya terhadap pasukan Kurdi di Suriah, yang mereka anggap sebagai teroris.
Tak lama, Senin (14/10), pemerintah Suriah mengerahkan pasukan militernya menuju utara di wilayah perbatasan, untuk berjaga-jaga terhadap potensi bentrokan karena serangan militer Turki ke wilayah Suriah.
Menurut Trump, invasi Turki ini menimbukan masalah krisis kemanusiaan dan berpotensi meningkatkan lebih banyak serangan.
“Serangan militer Turki membahayakan warga sipil dan mengancam perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan itu,” cuitnya lewat Twitter.
Simpatisan ISIS kabur ditengah invasi militer
Ratusan simpatisan ISIS diberitakan melarikan diri dari penampungan di Suriah, di tengah bentrokan antara invasi militer Turki dan Kurdi. Pengamat mengatakan hal ini berpotensi membangkitkan ISIS. Padahal beberapa bulan lalu Trump mengeluarkan pernyataan bahwa kelompok ekstrimis berhasil dikalahkan.
Sebelumnya, dalam komunikasi via telepon antara Trump dan Komandan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), Mazloum Kobani, terjadi kesepatakan bahwa kedua belah pihak akan terus memerangi ISIS.
Pemimpin Mayoritas Senat Amerika Serikat, Mitch McConnell, yang biasanya setia mendukung Trump justru berkata sangat prihatin oleh insiden di Suriah dan kebijakan Trump sejauh ini.
Dalam sebuah pernyataan, McConnell menambahkan penarikan tentara militer AS dari Suriah akan menciptakan kembali ketidakstabilan, yang telah berusaha diredam selama ini serta berpotensi membangkitkan ISIS.
Penarikan militer dari Suriah akan menciptakan kekosongan keamanan yang rentan di eksploitasi oleh Iran dan Rusia dan bisa berdampak buruk bagi kepentingan strategis Amerika Serikat.
(pkp/hp) ap