Logo ABC

Kerja di Pedalaman Ubah Persepsi Orang Indonesia soal Aborijin

Yutthika Addina dan Theodorus Bayu Pratama bersama manajernya di dapur toko komunitas di Papanya, Kawasan Utara Australia.
Yutthika Addina dan Theodorus Bayu Pratama bersama manajernya di dapur toko komunitas di Papanya, Kawasan Utara Australia.
Sumber :
  • abc

Selama empat bulan Bayu dan Yutthika melihat persoalan berkaitan dengan masyarakat aborijin sangat tidak sederhana, berkaitan dengan situasi yang sudah terjadi ratusan tahun.

"Pada dasarnya mereka masyarakat nomaden yang berburu, lalu kemudian dimukimkan dan mengonsumsi makanan ala barat yang sama sekali berbeda," kata Bayu.

"Kalau melihat foto-foto orang aborijin zaman dulu mereka terlihat kekar, tapi sekarang mereka banyak mengalami masalah obesitas."

Perubahan pola hidup membuat orang aborijin berusaha keras untuk mempertahankan tradisi lama mereka.

"Di Papunya ada petugas yang khusus untuk mengajak para bapak untuk workshop membuat tombak atau berburu, untuk memelihara tradisi mereka," kata Bayu

"Saya sering mendengar keluhan orang tua kalau anak muda sudah malas untuk berburu dan pergi ke bush berhari-hari."

Di pemukiman komunitas seperti Papunya, peredaran alkohol sangat dilarang untuk mengatasi masalah konsumsi yang berlebihan di banyak kalangan warga aborijin.

"Ada seorang teman backpacker yang tidak sengaja membawa sebotol bir di dalam mobilnya dari Alice Springs karena lupa. Polisi mengejarnya dan ia didenda $400," kata Bayu.

"Di Alice Springs saya melihat di pub orang kulit putih bebas menikmati alkohol sementara orang aborijin tidak boleh. Ini kan diskriminatif sebenarnya."

"Secara tradisional mereka tidak mengonsumsi alkohol, tapi kemudian dibuat menjadi kecanduan, lalu ingin diputuskan dari alkohol. Persoalan ini seperti lingkaran setan," paparnya.

Simak berita lainnya tentang work and holiday visa (WHV) di ABC Indonesia.