PBB: Serangan ke Penampungan Migran di Libya Kejahatan Perang
- bbc
Serangan udara yang menewaskan lebih dari 44 migran di pusat tahanan di luar Ibu Kota Libya dapat disebut sebagai kejahatan perang, kata pejabat PBB.
Setidaknya 130 orang terluka akibat serangan yang oleh pemerintah Libia diklaim sebagai serangan udara dari pasukan loyalis panglima perang Jenderal Khalifa Haftar.
Pasukan Jenderal Haftar justru menuduh pemerintah menyerang pusat tahanan tersebut.
Kebanyakan korban tewas diyakini merupakan warga Afrika sub-Sahara yang mencoba menuju Eropa melalui Libia.
Ribuan orang migran ditahan di pusat tahanan milik pemerintah Libia. Lokasi pusat tahanan yang diserang hari Selasa lalu itu, serta informasi bahwa tempat itu menampung banyak warga sipil, beredar ke berbagai pihak yang terlibat dalam konflik Libia, menurut Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.
"Serangan ini bisa jadi - tergantung situasi yang sebenarnya terjadi - termasuk bentuk kejahatan perang," ujarnya. Ini adalah kali kedua sebuah pengungsian diserang, tambahnya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa ia merasa murka dengan laporan yang masuk dan langsung meminta dilakukan penyelidikan independen "untuk memastikan para pelaku diadili".
Pada Rabu (03/07) malam, Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan tertutup, namun tak mencapai kata sepakat untuk mengutuk serangan udara tersebut, setelah perwakilan AS mengatakan bahwa mereka membutuhkan persetujuan pemerintahan Trump sebelum menandatangani kesepakatan pernyataan itu, menurut laporan kantor berita AFP .
Tidak jelas mengapa persetujuan dari pemerintah AS tak kunjung didapat. Yang jelas, pertemuan Dewan Keamanan itu berakhir tanpa pernyataan apa pun.
Libia dikoyak aksi kekerasan dan perpecahan semenjak mantan pemimpin mereka yang memerintah untuk waktu yang lama, Muammar Gaddafi, digulingkan dan dibunuh pada tahun 2011.
Apa yang diketahui tentang serangan itu?
Sebuah hanggar penampungan para migran di Pusat Tahanan Tajoura, yang menampung sekitar 600 orang migran, dikabarkan terkena serangan langsung.
Perempuan dan anak-anak turut menjadi korban, ungkap Guma El-Gamaty, anggota kelompok dialog politik yang disokong PBB, kepada BBC World Service.
Seorang pejabat Kementerian Kesehatan Libia, Dokter Khalid Bin Attia, menggambarkan pembantaian itu kepada BBC setelah kembali dari lokasi:
"Banyak orang di mana-mana, kamp itu hancur lebur, orang-orang menangis di sini, ada trauma psikologis yang muncul, listrik pun padam.
"Kami tidak bisa melihat dengan jelas tempat itu, tapi ketika ambulans datang, situasinya benar-benar mengerikan, darah berceceran, isi perut orang terburai."
PBB mengeluarkan peringatan kerasa bulan Mei lalu, yang menyebut bahwa mereka yang tinggal di dalam Pusat Tahanan Tajoura harus dipindahkan segera sebelum terkena musibah. "Risikonya benar-benar tidak dapat diterima kali ini," ungkap UNHCR.
Analisa: Tragedi yang tak terhindarkan
Oleh Sebastian Usher, editor pemberitaan Arab
PBB dan lembaga bantuan telah lama memperingatkan bahwa tragedi seperti ini tidak dapat terhindarkan setelah pertempuran baru di dalam dan sekitar Tripoli pecah dan membuat para migran ditahan di pusat-pusat detensi yang terletak persis di kawasan konflik.
Nasib para migran pun sudah memprihatinkan, di mana mereka menjadi mangsa praktik perdagangan manusia dan pasukan milisi.
PBB telah menyatakan bahwa serangan udara di Tajoura menunjukkan bahwa kebijakan Uni Eropa yang mengirim orang-orang yang menyebrangi kawasan Mediterania untuk menuju Eropa kembali ke Libia harus diakhiri.
Kebijakan itu berhasil memangkas secara signifikan jumlah migran yang masuk ke Eropa melewati rute tersebut - meskipun rute lainnya mulai terbuka. Namun badan-badan kemanusiaan mengatakan bahwa harga kemanusiaannya terlalu tinggi.
Dengan berhentinya serangan Jenderal Khalifa Haftar di Tripoli, kemungkinannya pasukan Haftar dapat melakukan serangan acak yang dapat membahayakan keselamatan warga sipil.
Akan tetapi, milisi yang menahan para migran dalam kondisi yang mengerikan seperti itu, yang sangat dekat dengan apa yang kini menjadi garis depan peperangan, juga harus bertanggung jawab atas tragedi yang telah terjadi.
Siapa yang patut disalahkan?
Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) pimpinan Perdana Menteri Fayez al-Sarraj yang disokong PBB, menuduh Tentara Nasional Libia (LNA) gadungan sebagai pelaku serangan udara terhadap pusat tahanan.
"Kejahatan mengerikan" itu "sudah direncanakan" dan "tepat sasaran", katanya.
Di Libia, para migran ditangkap dan ditahan pusat-pusat yang dikelola pemerintah - Reuters
LNA - yang dipimpin Jenderal Haftar - memerangi pasukan pemerintahan di kawasan di mana serangan terjadi.
Mereka telah mengumumkan pada Senin lalu bahwa mereka akan mulai melancarkan serangan udara besar pada target-target di kota Tripoli setelah "cara tradisional" berperang telah habis.
LNA mengatakan bahwa pesawat-pesawat tempurnya telah mengebom kamp pro-pemerintah di dekat pusat tahanan dan pasukan pro-pemerintah telah menembakkan peluru sebagai balasannya, yang secara tidak sengaja mengenai pusat migran.
Juru bicara UNHCR, Charlie Yaxley, mengatakan bahwa mereka tidak dapat mengonfirmasi siapa yang jadi dalang di balik serangan terhadap pusat tahanan.
Dalam pernyataan selanjutnya, kepala Misi Libia PBB, Ghassan Salama dikutip mengatakan: "Serangan ini jelas dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang, karena secara mengejutkan telah menewaskan orang-orang tidak berdosa yang mana akibat kondisi mengenaskannya membuat mereka terpaksa tinggal di dalam pengungsian itu."
Kenapa terjadi perang di Libya?
Tidak ada pihak yang secara penuh menguasai Libia, di mana negara itu dalam kondisi tidak stabil, tercabik di antara beberapa faksi politik dan militer, di mana dua di antaranya yang terpenting kini dipimpin oleh Perdana Menteri Sarraj dan Jenderal Haftar.
Jenderal Haftar mulai menyerang pemerintah sejak bulan April.
Sang jenderal telah aktif berpolitik di Libia selama lebih dari empat dekade terakhir dan merupakan salah satu sekutu terdekat Muammar Gadaffi hingga suatu perselisihan di akhir tahun 1980-an membuatnya harus tinggal dalam pengasingan di AS.
Setelah kembali ke Libia ketika pemberontakan mulai terjadi tahun 2011, ia membangun basis kekuatan di sisi timur dan memperoleh dukung dari Perancis, Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA).
Warga Libia sendiri terpecah belah memandang sosoknya yang dikaitkan dengan Gadaffi dan koneksi AS. Meski demikian, mereka menghargai upayanya mengusir kelompok Islamis militan dari kota Benghazi dan sekitarnya.
Serentan apa para migran di Libya?
Kelompok penyelundupan manusia tumbuh subur di tengah kekacauan politik Libia, dan memeras para migran dari kawasan Afrika sub-Sahara yang putus asa hingga ribuan dolar per kepala.
- Reuters
Banyak kelompok HAM menyoroti kondisi mengenaskan pusat tahanan di mana banyak migran yang akhirnya terjebak di sana karena Uni Eropa dan penjaga pantai Libia bekerja sama untuk menghadang perahu para migran.
Italia, salah satu titik tujuan para migran dari Libia, telah mengambil langkah tegas dengan menutup dermaga-dermaga mereka dari kapal-kapal bantuan kemanusiaan, dengan menuduh mereka membantu praktik perdagangan manusia.
Sebagai gantinya, Italia ingin mengembalikan semua migran yang ditemukan di perairan terbuka ke Libia - di mana mereka biasanya berakhir di pusat tahanan.
Menyusul keberatan Italia, Uni Eropa (UE) mengusulkan solusi kompromi untuk mendirikan "pusat assessment" UE di negara-negara seperti Libia, di mana formulir pendaftaran suaka dapat diproses di luar negaranya sendiri dalam upaya untuk memecah operasi penyelundupan.
Ketika diberlakukan, para migran langsung diproses ketika pilihan yang muncul yaitu menampung mereka, menurut Leonard Doyle, juru bicara Organisasi Migrasi Internasional di Jenewa.
"Pusat tahanan ini tepat berada di samping markas milisi yang telah menjadi target sejak dulu dan pernah ditembaki meriam.
"Para migran yang mencoba pergi ke Eropa biasanya langsung ditangkap penjaga pantai Libia. Mereka dibawa kembali ke daratan, biasanya menggunakan bus, ke pusat tahanan manapun dari 60 lokasi yang ada di sekitar kota. Ini benar-benar bukan situasi yang baik."