India Minta Zakir Naik Diekstradisi ke Negaranya
- ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
VIVA - Pemerintah India telah membuat permintaan resmi kepada pemerintah Malaysia, untuk mengekstradisi ulama Islam kontroversial, Zakir Naik, yang dicari dengan tuduhan menyebarkan ekstremisme dan pencucian uang.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Raveesh Kumar, mengonfirmasi permintaan tersebut. Namun permintaan itu ditolak oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, yang khawatir ulama berusia 53 tahun itu mungkin tidak akan memperoleh peradilan yang adil jika kembali ke negaranya.
"India memiliki pengaturan ekstradisi dengan banyak negara. Beberapa waktu lalu, ada banyak kasus ekstradisi yang berhasil dilakukan India. Keadilan sistem peradilan India tidak pernah dipertanyakan," kata Kumar, seperti diberitakan SCMP, Kamis 13 Juni 2019.
Zakir telah tinggal di Malaysia sejak tahun 2016, sejak meninggalkan India karena dituduh telah meradikalisasi sekelompok remaja untuk melakukan serangan teror di sebuah kafe di ibukota Bangladesh dan menewaskan 22 orang.
Badan Investigasi Nasional India menuduh ulama, yang mendirikan Islamic Research Foundation dan saluran televisi satelit Peace TV itu, menggunakan pidato dan ceramahnya untuk mendorong tindakan terorisme. Meski ia telah membantah klaim tersebut, baik yayasan dan saluran TV tersebut telah dilarang di India.
Salah satu pendapat Zakir Naik yang kontroversial adalah bahwa orang-orang murtad dan LGBT harus dieksekusi oleh negara, bahwa tangan pencuri harus dipotong dan bahwa serangan 11 September di Amerika Serikat adalah 'pekerjaan orang dalam'.
Mei lalu dalam wawancara kepada sebuah majalah, Zakir mengaku siap untuk kembali ke India jika Mahkamah Agung memberikan jaminan bahwa ia tidak akan ditangkap sebelum ada bukti apa pun.
Di bawah perjanjian ekstradisi Malaysia dengan India, diharuskan mengembalikan buronan kecuali jika mereka akan dituntut atau dihukum berdasarkan ras, agama atau pendapat politik mereka. PM Mahathir mengatakan kepada media setempat bahwa Zakir merasa tidak akan mendapatkan pengadilan yang adil jika dikembalikan ke negaranya. (mus)