Kasus Makar di Papua, Warga Polandia Divonis Penjara Pengadilan Wamena
- bbc
Warga negara Polandia Jakub Fabian Skrzypzki dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana makar dan diganjar hukuman penjara selama lima tahun dalam sidang di Pengadilan Wamena pada Kamis (02/05).
"Pasal yang dikenakan itu pasal makar, yaitu pasal 106 KUHP, dan dituduh dia melakukan makar," kata pengacara Jacub Fabian Skrzypzki, Latifah Anum Siregar, kepada BBC News Indonesia, Kamis (02/05) sore, melalui sambungan telepon.
Latifah mengatakan kliennya merupakan warga negara asing pertama di Indonesia yang divonis melakukan makar.
Selain Skrzypzki, pengadilan juga menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada warga Indonesia asal Papua, Simon Magal, yang dikontak oleh warga Polandia itu.
Vonis yang diterima Skrzypski tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 10 tahun.
Dalam sidang sebelumnya, Skrzypski menghadapi sejumlah dakwaan, termasuk rencana untuk menggulingkan pemerintah Indonesia dan bergabung dengan kelompok pemberontak yang dilarang.
Ia ditangkap pada Agustus 2018 setelah diduga bertemu dengan sejumlah anggota kelompok pemberontak di Papua.
Kepolisian menuduh Skrzypski telah menyebarkan informasi dan strategi mengenai perjuangan memerdekakan diri kepada para pemberontak di Papua. Dia dan kontak-kontaknya di Papua juga dituduh merencanakan pengadaan senjata dari Polandia.
Dalam surat untuk media tertanggal 20 Januari 2019 dan dilihat BBC, Skrzypski mengatakan ia ditahan di Jayapura namun pengadilannya dilakukan di Wamena karena "alasan politik".
"Saya anggap transfer paksa saya ke Wamena diputuskan karena alasan politik semata mungkin agar saya semakin terisolasi dari tim pengacara saya sebagai peringatan kepada masyarakat lokal di jantung kawasan dan menyulitkan media serta aktivis menghadiri pengadilan," tulis Skrzypski.
"Saya menolak keras pengadilan ini dilaksanakan di Wamena, tempat yang tidak ada hubungan langsung dengan `kejahatan` yang dituduhkan ke saya," tambahnya.
Ia juga mengatakan surat protes itu hanya menyangkut kasusnya dan bukan protes terhadap "sistem hukum Indonesia secara keseluruhan."