Peneliti Jerman: 1,5 Juta Muslim Uighur Diduga Ditahan di Xinjiang
- ANTARA FOTO/M Irfan Ilmie
VIVA – Seorang peneliti terkemuka tentang kebijakan etnis China, mengatakan sekitar 1,5 juta warga Uighur dan Muslim lainnya bisa jadi ditahan di Uighur, China. Mereka diduga ditahan di tempat yang disebut sebagai pusat-pusat pendidikan ulang di wilayah Xinjiang. Angka 1,5 juta ini mengalami kenaikan dibanding angka sebelumnya yang hanya 1 juta.
Diberitakan oleh Channel News Asia, Adrian Zenz, seorang peneliti independen Jerman, mengatakan bahwa perkiraan barunya didasarkan pada gambar satelit, pengeluaran publik untuk fasilitas penahanan dan laporan saksi tentang fasilitas yang penuh sesak dan anggota keluarga yang hilang.
"Meskipun spekulatif, tampaknya tepat untuk memperkirakan bahwa hingga 1,5 juta etnis minoritas - setara dengan 1 dari 6 anggota dewasa dari kelompok minoritas Muslim di Xinjiang - sedang atau telah berada dalam penahanan, pengasingan, dan kamp pendidikan ulang. Ini tidak termasuk penjara formal," kata Zenz dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Kantor Misi AS di Jenewa, Swiss, Rabu waktu setempat.
"Upaya negara China saat ini untuk memberantas ekspresi independen dan bebas dari identitas etnis dan agama yang berbeda di Xinjiang tidak lain adalah kampanye sistematis genosida budaya, dan harus diperlakukan seperti itu," tambah Zenz.
Cina menghadapi tantangan internasional yang berkembang karena sikap mereka kepada para tahanan yang mereka sebut sebagai pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang.
Xinjiang adalah sebuah wilayah luas yang berbatasan dengan Asia Tengah yang merupakan rumah bagi jutaan etnis minoritas Muslim. Beijing mengatakan langkah-langkah itu diperlukan untuk membendung ancaman ekstremisme Islam. Gubernur Xinjiang, Shohrat Zakir, mengatakan pada hari Selasa bahwa Cina menjalankan sekolah asrama, bukan kamp konsentrasi atau kamp pendidikan ulang di wilayah terpencil.
Omir Bekali, seorang warga Kazakh Uighur, mengatakan dalam sebuah panel di acara tersebut bahwa ia telah disiksa oleh polisi Xinjiang dan ditahan di sebuah kamp selama enam bulan di sebuah ruangan kecil dengan penghuni sebanyak 40 orang.
"Kami harus memuji Partai Komunis, menyanyikan lagu-lagu tentang (pemimpin China) Xi Jinping dan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah. Kami tidak punya hak untuk berbicara," katanya.
Departemen Luar Negeri A.S. pada hari Rabu dengan tajam mengkritik pelanggaran hak asasi manusia di Tiongkok, dengan mengatakan jenis pelanggaran yang ditimpakan pada minoritas Muslimnya belum terlihat "sejak tahun 1930-an". Kelompok bipartisan anggota parlemen AS mengeluh kepada pemerintahan Trump minggu ini bahwa tanggapan mereka terhadap pelanggaran hak terhadap minoritas Muslim China tidak mendapat tanggapan. Beberapa bulan setelah mengatakan hal tersebut, pihaknya mulai mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi.
Dalam acara di Jenewa itu, pejabat Departemen Luar Negeri AS, Duta Besar Kelley Currie, ditanyai tentang menjatuhkan sanksi seperti itu pada China.
"Kami selalu melihat semua mekanisme dan alat yang kami miliki untuk mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat dan serius dan untuk memastikan bahwa mereka tidak mendapat manfaat dari peluang untuk melakukan perjalanan ke Amerika Serikat dan bahwa kami tidak memberi mereka akses ke sistem keuangan AS," katanya kepada wartawan. (ren)