Korea Utara Gelar Pemilu Stempel Karet
- Istimewa
VIVA – Warga Korea Utara hari ini memberikan suaranya dalam pemilihan umum parlemen, yang dijuluki sebagai parlemen stempel karet. Ini merupakan pemilu kedua sejak Kim Jong-un berkuasa.
Memilih untuk Majelis Rakyat Tertinggi merupakan hal wajib meski tak ada pilihan kandidat. Setiap jenis perbedaan pendapat tidak pernah terjadi. Tingkat partisipasi warga pun selalu mendekati 100 persen dan persetujuan untuk aliansi pemerintahan pun dicapai dengan suara bulat.
Korea Utara adalah negara terisolasi yang diperintah oleh dinasti keluarga Kim. Warga negara diharuskan menunjukkan pengabdian sepenuhnya kepada keluarga dan pemimpinnya saat ini.
Dilansir dari BBC, Minggu 10 Maret 2019, pada hari pemilihan seluruh warga Korea Utara berusia minimal 17 tahun harus keluar dan memberikan suara mereka dalam pemilu.
"Sebagai tanda kesetiaan, Anda diharapkan untuk datang lebih awal. Itu berarti ada kemungkinan akan ada antrean panjang," kata analis Korea Utara, Fyodor Tertitsky, yang berbasis di ibukota Korea Selatan, Seoul.
Setelah mendapatkan giliran, para pemilih akan menerima kertas suara dengan hanya satu nama di atasnya. Tidak ada yang perlu diisi, tidak ada kotak untuk dicentang. Para pemilih akan mengambil kertas itu dan memasukkannya ke kotak suara, yang terletak di tempat terbuka.
Pengamat mengatakan ada bilik suara di mana pemilih bisa memilih secara tertutup. Meski secara teori hak untuk mencoret kandidat tunggal boleh dilakukan, namun melakukan itu justru akan menimbulkan kecurigaan.
Setelah meninggalkan tempat pemungutan suara, para pemilih kemudian diharapkan untuk bergabung dengan kelompok-kelompok yang berkarnaval di jalan-jalan untuk mengekspresikan kebahagiaan, karena bisa memberikan suara untuk kepemimpinan negara yang bijaksana.
"Di media pemerintah, hari-hari pemilu digambarkan sebagai acara meriah, di mana orang-orang di luar setiap TPS akan merayakannya," kata Minyoung Lee, analis di NK News, situs berita spesialis Korea Utara.
Selain itu karena bersifat wajib, pemilu di Korut juga berfungsi sebagai sensus bagi pihak berwenang untuk memantau populasi daerah masing-masing daerah pemilihan, dan untuk melacak para pembelot yang mungkin melarikan diri ke China.
Majelis Rakyat Tertinggi merupakan lembaga stempel karet tanpa daya. Dipilih setiap lima tahun, parlemen itu adalah satu-satunya badan legislatif yang dimiliki Korea Utara. Hukum di Korut pada kenyataannya ditulis oleh anggota partai dan kemudian disetujui oleh majelis tersebut sebagai formalitas.
Sebagian besar mengira hanya ada satu partai tunggal di Korea Utara. Tetapi yang mengejutkan, sebenarnya ada tiga faksi berbeda di parlemen.
Partai Buruh yang diketuai Kim Jong-un sejauh ini merupakan yang terbesar. Tetapi ada beberapa kursi yang biasanya dipegang oleh dua partai lain, yaitu Partai Sosial Demokrat dan Partai Chondoist Chongu.
Pada praktiknya, tidak ada perbedaan antara ketiga partai dan mereka semua dikelompokkan bersama di Front Demokratik untuk Reunifikasi Korea.