Taiwan Akan Sanksi Universitas yang Pekerjakan Paksa Mahasiswa
- VIVA/Dinia
VIVA – Pemerintah Taiwan menegaskan, akan memberikan sanksi, jika ditemukan penyimpangan atau operasi ilegal, terkait pemberian beasiswa program kuliah-magang. Hal ini disampaikan, menyusul pemberitaan dugaan ratusan mahasiswa Indonesia yang dipekerjakan secara paksa di pabrik-pabrik di Taiwan.
Dalam konferensi persnya hari ini, Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Taipei di Jakarta, Indonesia (The Taipei Economic and Trade Office/TETO), John Chen menegaskan bahwa semua universitas dan perguruan tinggi yang berpartisipasi dalam program ini harus mengikuti aturan dan peraturan yang relevan.
"Pemerintah Taiwan, selalu mementingkan kesejahteraan mahasiswa dan pekerja asing, dan sangat mewajibkan semua universitas untuk mengikuti peraturan yang relevan," kata Chen di Kantor TETO, Jakarta Selatan, Jumat 4 Januari 2019.
Menyusul pemberitaan dugaan kerja paksa tersebut, pejabat senior dari Kementerian Pendidikan Taiwan telah mengunjungi Universitas Sains dan Teknologi Hsing Wu, untuk mewawancarai para siswa pada tanggal 28 Desember 2018 dan 3 Januari 2019.
"Pengaturan magang di luar kampus, sudah sesuai dengan ketentuan Undang Undang Ketenagakerjaan Taiwan. Mereka (para siswa) menyangkal dilecehkan dalam program magang tersebut," ujar Chen.
Dalam hal ini, jika ditemukan ada penyimpangan, universitas yang bersangkutan akan diberikan sanksi berupa pencabutan hak partisipasi dalam Program Magang Industri-Universitas, dan semua universitas yang terlibat akan dituntut.
Sebelumnya, anggota parlemen Taiwan dari Partai Kuomintang, Ko Chih-en menyebutkan sejumlah universitas diduga mempekerjakan secara paksa ratusan mahasiswa Indonesia ke pabrik-pabrik dalam program magang.
Ko, seperti dilaporkan China Times, menyebut sekitar 300 mahasiswa Indonesia di bawah usia 20 tahun terdaftar di Universitas Hsing Wu melalui program yang dimulai Oktober tahun lalu.
Kementerian Pendidikan setempat sejatinya melarang adanya magang mahasiswa tahun pertama. Namun, perguruan tinggi yang dimaksud tetap mempekerjakan para mahasiswa yang diangkut ke pabrik-pabrik.
Ko mengatakan, para mahasiswa kuliah pada Kamis dan Jumat, sedangkan pada Minggu sampai Rabu mereka diangkut dengan bus-bus ke pabrik di Hsinchu.
Di sana, menurut Ko, mereka bekerja dari pukul 07.30 sampai 19.30, dan hanya istirahat dua jam. Mereka juga disebutkan harus berdiri 10 jam per hari, mengepak 30 ribu lensa kontak.
Disebutkan Ko, sebagian besar mahasiswa Indonesia merupakan Muslim. Namun, yang mengejutkan, kata Ko, makanan yang disediakan pihak pabrik mencakup hidangan babi. Dia menuduh, pihak universitas tidak mendengar keluhan dari para mahasiswa. (asp)