Menteri Era Soeharto Sebut Cina Sangat Rakus soal Klaim Perbatasan

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kedua dari kiri) usai menjadi dosen tamu di kampus Universitas Pancasila, Jakarta, Kamis, 13 Desember 2018.
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Menteri Perumahan Rakyat era presiden Soeharto, Siswono Yudo Husodo, mengingatkan pemerintah bahwa Indonesia masih memiliki sejumlah masalah sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga, bahkan sejak masa Orde Baru. Dua di antaranya ialah sengketa perbatasan dengan Malaysia dan Cina.

Sidang JBC Ke-38 Jadi Upaya Bersama RI-PNG untuk Kemajuan Kawasan Perbatasan

Sengketa dengan Malaysia, menurut Siswono, sesungguhnya pernah cukup pelik tetapi secara bertahap mulai terselesaikan meski belum semua. “Tapi secara umum kita tidak mempunyai masalah yang membahayakan karena sebagian ada di laut,” katanya saat menerima Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjadi dosen tamu di kampus Universitas Pancasila, Jakarta, Kamis, 13 Desember 2018.

Sengketa yang masih berlarut-larut, katanya, ialah dengan Cina atau Tiongkok tentang zona ekonomi di atas perairan Natuna. Beberapa kilometer persegi perairan itu sesungguhnya bagian dari wilayah Indonesia tetapi Cina mengklaim itu milik mereka.

Impor Ilegal Dituding Jadi Biang Kerok PHK Ratusan Ribu Buruh Tekstil, Wamenaker Buka Suara

Persoalan itu kian rumit karena juga melibatkan beberapa negara lain dalam perebutan klaim Laut Cina Selatan, di antaranya mencakup Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia.

“Kita tahu Cina sangat rakus soal mengklaim perbatasan negaranya sampai jauh ke bawah laut Cina selatan, berbentur dengan Filipina, berbentur dengan Thailand, Malaysia, kemudian Brunei. Dengan kita bukan perbatasan; hanya zona ekonomi. Saya yakin kita bisa meng-handle-nya (mengatasinya) dengan baik,” katanya.

Film Indonesia Mencuri Perhatian di Hainan Island International Film Festival di China

Ketua Dewan Pembina Yayayan Universitas Pancasila itu mengakui, masalah perbatasan tidak selamanya dapat diselesaikan dengan cepat. Merunut pengalaman Indonesia ketika berebut wilayah Pulau Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia, yang prosesnya begitu lama tetapi akhirnya kedua pulau itu direnggut Malaysia.

Dia menyarankan, pemerintah Indonesia mesti berupaya keras menyelesaikan setiap sengketa perbatasan. Tetapi, belajar dari pengalaman kasus Sipadan dan Ligitan, kalau memang proses negosiasi tak menguntungkan Indonesia, lebih baik tak perlu diselesaikan.

“Jadi soal perbatasan bukan seperti bangun rumah. Ada hal yang harus cepat diselesaikan maupun sebaliknya,” ujarnya.

Masalah dengan Malaysia

Menteri Retno Marsudi mengklaim bahwa selama empat tahun terakhir, pemerintah berhasil dalam negosiasi perbatasan dengan beberapa negara, salah satunya Malaysia.

“Tahun ini negosiasi perbatasan ada kemajuan yang kita lakukan dengan Malaysia. Jadi kita tinggal memformalkan saja capaian-capaian untuk negosiasi maritim kita dengan Malaysia. Jadi dari waktu ke waktu kita berusaha menyelesaikan,” katanya.

Negosiasi perbatasan yang dimaksud ialah soal perbatasan maritim atau kelautan dengan Malaysia. Itu merupakan isu yang cukup penting untuk menghindari insiden.

Dia tak menjelaskan terperinci capaian-capaian dalam negosiasi perbatasan dengan Malaysia itu. Namun, katanya, kalau masalah perbatasan itu sudah jelas kelak, pastilah Indonesia akan lebih mudah mengelolanya untuk kepentingan bangsa.

Retno menegaskan, usaha diplomasi atau negosiasi tentu tidaklah mudah. Setiap tahun hal itu akan memengaruhi kebijakan sebuah negara “Tantangannya besar tapi kita yakin dengan intesifikasi negosiasi, kita akan mempercepat hasil,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya