Tekanan Berat Warga Uighur di Bawah Pemerintahan China
- abc
Hampir semuanya memiliki keluarga atau teman yang saat ini ditahan di China.
Namun banyak yang menolak berbicara terbuka, karena khawatir dapat menyulitkan anggota keluarganya yang masih tinggal di China.
"Bicaralah pada Almas, dia telah kehilangan segalanya, jadi dia bisa bicara," kata seorang pria Uighur kepada ABC di Melbourne.
ABC meminta komentar dari berbagai otoritas China tetapi belum menerima jawaban apa pun.
Namun Kementerian Luar Negeri China baru-baru ini mengatakan pihaknya "belum mendengar" tentang situasi ini dan menyebutkan Beijing melindungi hak-hak orang asing.
Era baru sosialisme dengan penahanan massal Nizamidin menunjukkan foto bersama istrinya yang kini ditahan.
ABC News
Para tahanan dari "kamp pendidikan ulang", sekitar 10 persen dari seluruh penduduk Uighur di wilayah itu, dilaporkan dipaksa meneriakkan slogan, menonton video propaganda, mencela agama mereka dan berjanji setia kepada Partai Komunis di dalam sel yang penuh sesak.
Tindakan keras China terhadap orang Uighur dimulai pada 1990-an, ketika ketegangan etnis berkobar di tengah tuntutan merdeka dari warga Uighur di Xinjiang.
Menurut James Millward dari Georgetown University, tujuan jangka panjang pemerintah China di Xinjiang adalah meredakan ketegangan. Mereka yakin upaya meningkatkan ekonomi akan membantu.
Selama tiga dasawarsa terakhir, ekonomi membaik, demikian pula transportasi dan komunikasi ke bagian lain Asia Tengah. Namun hubungan antara orang Uighur dan etnis mayoritas Han memburuk.
Dosen sejarah China di Universitas Sydney David Brophy menjelaskan, penindasan terhadap kebebasan beragama dan diskriminasi terhadap orang Uighur telah lama terjadi.
Namun, katanya, laporan tentang penahanan massal terjadi bertepatan dengan klaim bahwa sosialisme China memasuki "era baru".
"Kehadiran minoritas yang tidak puas sama sekali tidak sejalan dengan visi negara bersatu untuk mewujudkan apa yang disebut Xi Jinping sebagai "Mimpi China"," kata Dr Brophy.
Tanggapan Deplu Australia Foto Presiden Xi Jinping di papan reklame di Kota Hotan, Xinjiang.