Menghabiskan 10 Malam Terakhir Ramadan di Kota Mekkah
- abc
Selalu menjadi mimpi bagi saya dan banyak jutaan umat Muslim lainnya di dunia untuk merasakan bulan Ramadan langsung di dua kota suci, Makkah dan Madinah.
Ramadan tahun lalu, saya terbang dari Melbourne, singgah di Jakarta untuk melanjutkan penerbangan menuju Madinah, yang dijuluki sebagai kotanya Nabi.
Rombongan kecil kami yang terdiri dari delapan orang mendarat di Prince Mohammad bin Abdulaziz Airport di malam hari dan tidak butuh waktu lama untuk mengambil koper dan melewati bagian imigrasi.
Kami pun langsung menuju hotel yang letaknya tidak jauh dari pintu belakang Masjid Nabawi. Suasana Ramadan langsung terasa karena malam itu kerumunan orang masih lalu lalang dan kios-kios makanan di sekeliling hotel masih buka.
Alunan ayat Quran yang dilantunkan imam masih terdengar karena shalat taraweh di Masjid Nabawi baru berakhir sekitar pukul 11 malam.
Hampir dua jam sebelum buka, makan sudah digelar di atas karpet di Masjid Nabawi.
ABC News: Erwin Renaldi
Dalam beberapa tahun terakhir ini, puasa di Arab Saudi masih jatuh di musim panas. Artinya waktu siang lebih panjang sehingga kami berpuasa sekitar 16 jam dengan suhu udara mencapai 50 derajat, meski Madinah relatif lebih dingin.
Menjelang adzan Ashar ribuan orang sudah mulai menuju Masjid Nabawi karena mereka ingin mendapatkan tempat di dalam masjid untuk "ngadem".
Setelah shalat Ashar selesai, kebanyakan orang memilih diam di dalam masjid menunggu berbuka puasa. Ini pula alasan mengapa harus datang ke masjid lebih awal agar mendapatkan tempat yang nyaman.