Logo ABC

Di Balik Kehidupan Pekerja Nomaden Kaum Milenial

Palawan
Palawan
Sumber :
  • abc

A smiling man Photo: Konsultan teknologi Michael Tremeer membawa keterampilan yang dipelajarinya di negara lain ke Australia. (Supplied)

Tetapi bagi Moreau, konsep hubungan seumur hidup dengan satu negara, bertentangan dengan masa depan yang ia bayangkan.

"Apakah Anda wajib bayar pajak ke suatu negara seumur hidup karena Anda tinggal di sana untuk jangka waktu tertentu?" katanya.

"Saya tidak menggunakan pelayanan umum di Australia namun saya membayar pajak bagi mereka," tambahnya.

Pulang ke rumah ibu

Pertanyaan lebih besar dari itu adalah: bagaimana menyatakan "tempat" suatu pekerjaan digital dilakukan? Pemerintah mana yang berhak menarik pajak dari pekerjaan yang dilakukan di dunia maya? Dalam ekonomi global, apakah sistem pajak nasional masih masuk akal?

"Ini permasalahan besar bagi otoritas pajak dan sebagian besar pemerintahan," kata Professor Antony Ting dari di University of Sydney.

"Sistem pajak dirancang sebelum adanya internet. Para nomaden digital mungkin menghasilkan pendapatan kecil. Namun jika melihat gambaran lebih luas, perusahaan digital seperti Google, Microsoft, dan Apple mendapatkan pendapatan yang signifikan di Australia. Tapi sistem pajak tidak mencakup pendapatan tersebut," jelasnya.

Brie Moreau headshot Photo: Brie Moreau berharap bisa mendatangkan lebih banyak pekerja pemasaran digital ke Bali. (Supplied)

Bagi Canavan dan Moreau, perusahaan-perusahaan besar harus tetap jadi fokus dan bukan pada nomaden digital.

"Delapan puluh persen nomaden digital tidak menghasilkan uang. Mereka pulang ke rumah dan tinggal dengan ibu mereka dalam setahun," kata Canavan.

"Jadi, pertanyaan pajak ini tidaklah sebesar yang dipikirkan orang," ujarnya.

Berkembangnya "crypto-nomads"

Kebanyakan sistem pajak mengandalkan pekerja untuk melaporkan sendiri pendapatan mereka secara jujur. Penerapakn pajak lintas-negara bahkan lebih sulit lagi. Namun, Kantor Pajak Australia (ATO) kini berusaha melakukannya.