Dubes AS Sebut Suriah Berulang-ulang Pakai Senjata Kimia
- VIVA.co.id/Dinia Adrianjara
VIVA – Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, siang ini melakukan pertemuan dengan Duta Besar Amerika Serikat Joseph Donovan, Duta Besar Inggris Moazzam Malik, dan Duta Besar Prancis Jean-Charles Berthonnet.
Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup selama sekitar satu jam tersebut, membahas mengenai serangan senjata kimia yang terjadi di wilayah Douma, Suriah, akhir pekan lalu.
"Kami baru bertemu dengan Menteri Retno (Menlu RI Retno Marsudi). Tujuan pertemuan kami adalah untuk mendiskusikan langkah berulang yang dilakukan Suriah, menggunakan senjata kimia kepada warga negara mereka sendiri," kata Dubes Donovan usai pertemuan di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis, 19 April 2018.
Donovan mengatakan, Suriah selama beberapa waktu terakhir selalu menggunakan senjata kimia secara berulang-ulang, yang ditujukan kepada warga negaranya sendiri.
Padahal, Suriah adalah salah satu negara yang telah sepakat untuk menyerahkan semua senjata kimia yang dimiliki. Hal tersebut berdasarkan Konvensi Pelarangan Senjata Kimia.Â
Duta Besar Amerika Serikat Joseph Donovan
"Penting untuk diingat bahwa Suriah telah menandatangani Konvensi Senjata Kimia pada 2013, untuk menyerahkan semua senjata kimia yang mereka miliki," ujar Donovan.
Menurut Donovan, Amerika Serikat dan sekutunya telah menggunakan perangkat diplomasi yang ada untuk menghindari situasi ini.Â
"Tujuan serangan yang dilakukan AS adalah untuk melemahkan kapabilitas atau kemampuan senjata kimia mereka, dan membuat mereka jera, agar tak menggunakannya kembali," lanjutnya.
Sebelumnya, Sabtu pekan lalu, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis melakukan serangan ke salah satu laboratorium di Suriah, dengan tujuan untuk memusnahkan program senjata kimia. Satu kompleks gedung bertingkat di distrik utara ibu kota Barzeh, hancur menjadi puing pasca serangan itu.
Namun, serangan tersebut dikecam oleh Rusia, lantaran dianggap semakin memperburuk situasi. Apalagi disebutkan bahwa serangan yang dilakukan oleh Amerika dan sekutunya terjadi sebelum inspektur dari Organisasi Pelarangan Senjata Kimia melakukan penyelidikan dan mencari bukti di lokasi kejadian.