Gentingnya Proses Pembebasan Sandera WNI di Benghazi Libya
- KBRI Tripoli/Kemlu RI
VIVA – Kementerian Luar Negeri berhasil mengupayakan pembebasan enam WNI anak buah kapal atau ABK yang menjadi korban penyanderaan milisi bersenjata di Benghazi, Libya. Direktur Perlindungan WNI dari Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan proses pembebasan dilakukan dengan sangat hati-hati dan melalui perhitungan yang matang.
Sejak para ABK disandera 23 September 2017, Kemlu baru menerima informasi tersebut sekitar lima hari setelahnya. Namun pada saat itu, komunikasi tidak bisa dilakukan karena seluruh peralatan dan barang pribadi ABK dirampas oleh pihak penyandera.
"Ketika ditangkap oleh milisi, seluruh isi kapal dirampas mulai dari alat navigasi, barang pribadi, uang, kulkas bahkan pakaian dalam juga diambil. Karena penyandera ini juga butuh. Jadi semua dirampas sehingga mereka tidak bisa komunikasi dengan kami," kata Iqbal di Gedung Kemlu, Jakarta Pusat, Senin, 2 April 2018.
Mulanya, pihak Kemlu mencoba berkomunikasi dengan milisi yang ada di Benghazi dan pemerintah yang ada di Tripoli. Komunikasi juga dilakukan dengan pemilik kapal Salvatur VI, kapal tempat para ABK bekerja yang berbendera Malta. Namun pemilik kapal justru angkat tangan lantaran hubungan antara Malta dengan kelompok milisi di Benghazi secara politik tidak baik.
KBRI Tripoli kemudian mencoba mencari mediator untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak di Benghazi. Pada bulan Desember 2017, berhasil dicapai kesepakatan dengan milisi di Benghazi untuk diberikan alat komunikasi kepada para ABK WNI.
"Desember kami berkomunikasi dengan mereka untuk mendapatkan proof of life dan memonitor kondisi mereka karena pada Desember itu masih terjadi serangan udara di Benghazi dan pelabuhan tempat mereka ditahan. Bahkan mereka sempat menyaksikan bom yang menyasar ke laut di sekitar kapal mereka," tutur Iqbal.
Proses Panjang
Pada tanggal 23 Maret 2018, tim Perlindungan WNI dan KBRI Tripoli berangkat menuju Benghazi melalui Tunisia. Semula ditargetkan proses ekstraksi atau pengambilan sandera dilakukan sehari setelah tiba. Namun sampai hari pertama dan kedua, belum disepakai mekanisme dan lokasi serah terima sandera.
Setelah melalui proses yang cukup panjang, tanggal 27 Maret 2018 pada pukul 12.30 waktu setempat dilakukan serah terima dari kelompok bersenjata di pelabuhan ikan Benghazi.
Iqbal menegaskan, upaya pembebasan ini berhasil dilakukan karena adanya pendekatan secara intensif yang dilakukan selama enam bulan terakhir dengan menekankan kedekatan antara Indonesia dan Libya.
"Kami tekankan bahwa Indonesia tidak berpihak dalam konflik di Libya. Indonesia adalah sahabat Libya bahkan kedua negara memediasi perdamaian di Filipina selatan. Upaya-upaya diplomasi semacam itulah yang dikedepankan," ujar Iqbal. (ren)