Beratnya Jadi Guru Anak TKI di Ladang Sawit Malaysia
- VIVA/Dinia Adrianjara
VIVA – Kehadiran tenaga pengajar bagi anak-anak tenaga kerja Indonesia yang berada di perkebunan kelapa sawit Sarawak menjadi sangat penting. Lokasi yang jauh, jumlah tenaga pengajar yang minim dan fasilitas seadanya membuat keberadaan guru menjadi hal yang berharga.
Misalnya saja Muhammad Salim, salah satu guru community learning center (CLC) di Sarawak yang mengakui bahwa kendala terbesar untuk mengajar anak-anak TKI di ladang sawit adalah akses dan transportasi.
"Akses ini sulit karena pertama saya dulu tidak punya kendaraan. Ketika saya mau ke ladang, musti menumpang ke teman-teman lain yang punya kendaraan," kata Salim saat peresmian CLC di Sarawak, Jumat, 16 Maret 2018.
"Kedua, dulu saya kan masih bekerja sebagai TKI, jadi kalau mau keluar harus minta izin secara resmi kepada pengurus ladang. Jadi tidak bisa leluasa bergerak ke mana mana," kata pria yang telah mengajar selama delapan tahun tersebut.
Salim mengaku telah mengurus bahkan menjadi perintis dibangunnya tempat-tempat belajar bagi anak-anak TKI. Bahkan dalam seminggu, dia bisa mengajar di beberapa tempat sekaligus, meskipun harus menempuh jarak yang cukup jauh.
"Saya mau pesan kepada pak presiden, pertama kami butuh bantuan berupa buku pelajaran. Kemudian yang kedua kami ingin agar anak-anak yang sudah selesai SD itu untuk bisa diberikan beasiswa untuk bisa lanjut ke Indonesia," ujarnya berpesan.
Menanggapi hal ini, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar RI di Malaysia, Ari Purbayanto mengakui memang tenaga pengajar sangat kurang dan dana dari pemerintah pun terbatas. Untuk di Sarawak dan Sabah, dibutuhkan sebanyak 500 guru. Sementara saat ini, sudah ada 325 guru profesional yang dikirim.
"Jadi dari Kemendikbud sudah dikirim tenaga pengajar profesional sebanyak 24 orang dan digaji dengan profesional juga, 15 juta per bulan. Mereka terus bergerak dari ladang ke ladang. Mungkin ke depan pemerintah akan buka program KKN bagi calon guru untuk mengajar dengan beasiswa dan bawa pengalaman dari sini," ujar Ari.
Saat ini diperkirakan ada sekitar 8.000 anak-anak tenaga kerja Indonesia di perkebunan kelapa sawit Sarawak yang berada di usia sekolah SD dan SMP. Diharapkan hingga Juni mendatang, pemerintah bekerja sama dengan pengelola ladang akan membuka hingga 50 community learning center bagi anak-anak TKI di Sarawak.