Cukai Rokok Akan Talangi Defisit Keuangan BPJS Kesehatan
- VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA – Pemerintah bakal menyiapkan dana talangan untuk mengatasi defisit keuangan yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Salah satunya skema yang digunakan adalah dana talangan dari dana bagi hasil cukai rokok serta efisiensi operasional BPJS ke depannya.
Skema dana talangan bagi hasil cukai rokok untuk operasional BPJS itu disepakati dalam rapat koordinasi yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Manusia, Puan Maharani; Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro; dan Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris.
"(Dana bagi hasil) Cukai rokok dan (uang) yang ada di daerah bisa kami lakukan untuk bisa mengantisipasi defisit BPJS ke depan, sehingga peran pemda ke depan itu juga bisa turut aktif tidak hanya melakukan preventif dan promotif saja, sehingga uang di pemda itu bisa juga melakukan pelayanan kesehatan," kata Menteri Koordinator PMK, Puan Maharani usai rapat koordinasi di kantornya Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin 6 November 2017.
Puan menambahkan, masyarakat tak perlu khawatir defisit BPJS ini berdampak pada pelayanan kesehatan. Ia memastikan, belum ada rencana dari pemerintah menaikkan iuran kesehatan dari masyarakat atau pekerja akibat defisit ini.
"Tidak perlu ada kekhawatiran bahwa kemudian pelayanan dan tagihan berkaitan hal yang akan dilakukan oleh BPJS, kemudian tidak bisa ditanggulangi oleh pemerintah," ujarnya menambahkan.
Sementara itu, Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengatakan, suntikan dana ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.
Selain dari cukai rokok dan bantuan dari pemerintah daerah, BPJS Ketenagakerjaan turut dilibatkan untuk berbagai soal pendanaan. Sebab, BPJS Ketenagakerjaan ikut mengindentifikasi para pekerja yang ikut menjadi tanggungannya, apabila terjadi masalah kesehatan imbas dari risiko pekerjaan yang dialami.
"Sharing dengan BPJS Naker (Ketenagakerjaan) untuk penyakit akibat kerja," ujarnya. (mus)