Kepala BKPM: Negosiasi Pemerintah dan Freeport Belum Tuntas
- ANTARA/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Setelah berunding selama berbulan-bulan, PT Freeport Indonesia akhirnya sepakat melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu pun menyatakan komitmennya untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian dalam lima tahun ke depan.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong menilai, kesepakatan tersebut menjadi salah satu sinyal positif bagi iklim investasi di Indonesia. Meski demikian, kesepakatan tersebut barulah awal dari babak baru hubungan antara pemerintah dan Freeport Indonesia.
“Ini suatu miles stone, langkah positif. Sejauh yang saya tahu, perjalanan masih belum selesai. Masih ada perjalanan selanjutnya,” kata Thomas, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Freeport Indonesia memang telah sepakat untuk melepas 51 porsi kepemilikan sahamnya kepada Indonesia. Namun, pemerintah dan perusahaan multinasional tersebut masih akan mendiskusikan nominal harga divestasi yang nantinya akan ditawarkan kepada pemangku kepentingan yang ingin mengakusisi.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, penawaran saham Freeport Indonesia diproritaskan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Negara, dan pihak swasta. Penawaran tersebut, pun bisa dilakukan melalui Initial Public Offering.
“Bayangan saya sekarang kedua belah pihak masih harus mendetailkan seperti harga divestasi, detail dari parameter fiskal,” kata Thomas.
Thomas memandang kebijakan fiskal yang nantinya akan diberlakukan kepada Freeport Indonesia tetap harus memberikan kepastian. Sebab, menurutnya, kepastian fiskal menjadi salah satu faktor yang menjadi daya tarik investor yang berkeinginan menanamkan modalnya di Indonesia.
“Karena kalau di tengah jalan diubah drastis, hitungan investasi jangka panjang bisa kacau. Tapi proses ini butuh waktu. Harus melewati beberapa miles stone, dan beberapa rest stop. Paling penting kita upayakan suasana yang kondusif,” jelasnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya memastikan, setoran pajak yang akan diberikan Freeport Indonesia akan jauh lebih besar. Hal ini menimbang komitmen Freeport mengubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus dari yang sebelumnya Kontrak Karya.
Meski demikian, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengaku belum menetapkan skema secara rinci, setoran pajak yang diberikan kepada Freeport Indonesia. Apakah, nantinya sesuai dengan kontrak awal (nail down), atau berdasarkan aturan perpajakan yang saat ini berlaku (prevailling).