Jadi IUPK, Izin Operasi Freeport Sampai 2041?
- VIVA.co.id/Fikri Halim
VIVA.co.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menguraikan beberapa hasil kesepakatan negosiasi final dengan PT Freeport Indonesia.
Di antaranya, adalah landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia yang akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), atau bukan lagi berupa Kontrak Karya (KK). Lalu, divestasi saham PT Freeport Indonesia yang sebesar 51 persen dalam kepemilikan nasional Indonesia.
Kemudian, Freeport juga sepakat untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian, atau smelter selama lima tahun ke depan. Atau selambat-lambatnya, sudah harus selesai pada Oktober 2022, kecuali dalam kondisi force majeur.
Kemudian, kesepakatan lainnya adalah terkait stabilitas penerimaan negara. Secara agregat dijelaskan bahwa penerimaan negara lebih besar dalam sistem IUPK, ketimbang penerimaan melalui Kontrak Karya (KK).
Setelah Freeport menyepakai empat poin sebagaimana diatur dalam IUPK, maka Freeport berhak mengajukan perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun, atau hingga 2041.
"Berdasarkan UU no.4 tahun 2009 tentang Perpanjangan Operasi, maka maksimum itu 2 x 10 jadi 2031, 2041 persyaratan ada di IUPK, perpanjangan pertama bisa diajukan segera. Nanti, yang kedua akan diajukan sebelum tahun 2031," kata Jonan dalam konferensi pers bersama di kantornya, Selasa 29 Agustus 2017.
Menurut Jonan, setelah diajukan perpanjangan operasi pemerintah akan melakukan berbagai pertimbangan. Jika syarat dipenuhi, misalnya tidak menunggak pajak, patuh membayar royalti dan tidak bermasalah di sisi lingkungan hidup, maka PT Freeport Indonesia berhak memperoleh perpanjangan izinnya dan melanjutkan operasinya di Indonesia.
"Kalau ini dipenuhi, maka bisa diperpanjang," tegas Jonan
Jonan juga menyatakan, pemerintah tetap meminta Freeport Indonesia untuk melakukan divestasi saham sebesar 51 persen baik kepada pemerintah, atau pun lembaga yang nantinya ditunjuk. "Sehingga, kita punya kepentingan yang sama," kata Mantan Menteri Perhubungan itu.
Dia menambahkan, sejauh ini hasil perundingan ini sudah sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo. Khususnya, terkait mengedepankan kepentingan nasional.
"Juga kepentingan rakyat Papua, kedaulatan negara dalam pengelolaan sumber daya alam, serta menjaga iklim investasi tetap kondusif," tambahnya. (asp)