SBY: Teori Trickle Down Effect Telah Gagal
VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan pembangunan lima tahun ke depan yang mengacu pada keserasian dan keseimbangan antar pertumbuhan dan pemerataan atau Growth with Equity.
Menurut SBY, strategi ini merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan trickle down effect. Strategi trickle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan.
"Dalam kenyataannya di banyak negara, termasuk di Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua," ujar SBY dalam pidato kenegaraan di DPD di Jakarta, Rabu, 19 Agustus 2009.
Karena itulah, kata dia, untuk mewujudkan pembangunan dan pemerataan secara bersamaan, sejak awal dia mengaku sudah menetapkan triple track strategy, yaitu strategi yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor dalam pembangunan ekonomi nasional.
Dengan triple track strategy ini, pembangunan ekonomi nasional dilakukan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melalui peningkatan investasi dan perdagangan dalam dan luar negeri.
Pembangunan ekonomi juga ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja dengan memutar sektor riil, dan bersamaan dengan itu, pembangunan ekonomi di fokuskan untuk mengurangi kemiskinan melalui kebijakan revitalisasi pertanian dan pedesaan, serta program-program pro-rakyat.
Teori Trickle down effect merupakan teori yang diagung-agungkan dan dipakai oleh pemerintahan Soeharto saat menjalankan program pembangunan ekonomi nasional. Soeharto mendahulukan menggenjot pertumbuhan ekonomi, namun mengabaikan pemerataan.
Akibatnya, yang tumbuh dan berkembang besar adalah pengusaha-pengusaha yang dikenal sebagai kroni Soeharto. Bisnis membesar dan menggurita menghasilkan konglomerasi. Sedangkan, sebagian besar masyarakat Indonesia justru tertinggal dalam kemiskinan.