Survei: Sebagian Besar Masyarakat RI Tidak Paham Isu JETP, Padahal...
- ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Jakarta - Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan, sebagian besar masyarakat belum paham isu Just Energy Transition Partnership (JETP). Pengetahuan yang minim soal JETP membuat ruang partisipasi publik menjadi terbatas.
Direktur Eksekutif dan Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan, itu menjadi tantangan tersendiri terkait pendanaan JETP atau transisi energi berkeadilan itu disepakati senilai US$20 miliar atau Rp 314 triliun.
"Meskipun JETP mengangkat terkait urgensi pensiun dini PLTU batubara dan percepatan transisi energi bersih, namun isu JETP masih belum dipahami sebagian besar masyarakat Indonesia," kata Bhima di kawasan Tanah Abang, Jakarta Rabu, 5 Juli 2023.
Seperti diketahui Indonesia memperoleh komitmen dana bantuan untuk membiayai program JETP tersebut sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun. Komitmen pendanaan itu disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.Â
Joe Biden mengatakan, akan memobilisasi dana tersebut dari negara G7 untuk mendukung Indonesia mengurangi emisi dan mengembangkan jaringan energi baru dan terbarukan (EBT) dan membantu mengurangi PLTU batu bara.
Berdasarkan sebaran wilayah, Bhima melanjutkan, informasi terkait JETP lebih dipahami oleh masyarakat di Bali dibanding daerah lain. Hal ini mengindikasikan bahwa informasi JETP lebih dikaitkan event G20, sehingga persebaran informasi tindak lanjut komitmen transisi energi berkeadilan dipersepsikan belum merata.
“Hasil survei menunjukkan pemahaman masyarakat mengenai JETP masih sangat rendah dan cenderung terpusat pada masyarakat di wilayah dan kelas ekonomi tertentu. Padahal masyarakat yang terimbas dengan adanya penutupan PLTU misalnya di Kalimantan sebagai pemasok batu bara dan di daerah tempat PLTU beroperasi perlu terlibat aktif dalam merumuskan program JETP," ujarnya.
Melalui survei yang sudah dilakukan Celios, masyarakat menilai bahwa sumber energi batu bara menjadi penghambat dari transisi energi. Bahkan, mayoritas atau 53 persen perempuan mendukung penutupan PLTU batu bara.
Bhima menuturkan, survei Celios juga menunjukkan bahwa mayoritas atau 53 persen perempuan memiliki kecenderungan mendukung penutupan PLTU batu bara dan transisi ke EBT secara paralel.
"Sayangnya program transisi energi bisa terhambat karena masyarakat menilai terdapat sumber energi yang masih dominan. Sebanyak 32 persen menyebut batu bara sebagai sumber penghambat transisi energi utama, disusul 26 persen minyak bumi, 26 persen nuklir dan 11 persen gas," jelasnya.