Potensi EBT di RI Capai 3.700 Gigawatt, METI: Baru Dimanfaatkan 4 Persen

Energi terbarukan.
Sumber :
  • U-Report

Jakarta - Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) melaporkan bahwa secara keseluruhan, potensi energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia mencapai sekitar 3.700 gigawatt (GW).

Fadli Zon: Indonesia Laboratorium Alami yang Mencerminkan Perjalanan Evolusi Manusia

Ketua Umum METI, Wiluyo Kusdwiharto menjelaskan, potensi ini berasal dari energi surya, bayu, hidro, bioenergi, panas bumi, dan juga laut.

"Potensi Photovoltaic Solar kita ada 3.295 GW, geothermal 24 GW, hidro power 95 GW, angin 155 MW, bioenergi 57 GW dan gelombang laut atau arus laut 60 GW," kata Wiluyo di kawasan Petogogan, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Juli 2023.

Jaga Pasokan Energi Perode Nataru, PIS Kerahkan 326 Armada Tanker

Meski demikian, Wiluyo mengaku amat menyayangkan bahwa dari besarnya total potensi EBT di Tanah Air tersebut, yang baru bisa dimanfaatkan hanya sekitar 4 persen saja.

Karenanya, dia pun menegaskan bahwa Indonesia sangat perlu membuat terobosan atau langkah berani dan konsisten. Untuk segera menggantikan penggunaan energi fosil seperti batu bara maupun BBM dengan energi hijau.

Kejar Target Kemandirian Energi Nasional, Pemerintah Pastikan Gandeng Produsen Listrik Swasta

Proyek pembangkit listrik panas bumi berpotensi menjadi EBT

Photo :
  • Pertamina

Apalagi, lanjut Wiluyo, Pemerintah Indonesia sendiri telah membuat peta jalan (roadmap), untuk melakukan percepatan penggunaan energi ramah lingkungan. Salah satunya yakni bahwa pada tahun 2030, Indonesia berkomitmen untuk mempensiunkan dini sejumlah pembangkit listrik dari fosil batu bara.

Selain itu, Pemerintah juga akan menggencarkan pembangunan pembangkit renewable energi, yang memiliki skala besar berbasis hidro, panas bumi, dan lain sebagainya. Hal itu seiring komitmen pemerintah dalam menjalankan program Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS).

Sementara untuk goal jangka panjang yakni di tahun 2060, pemerintah akan mendorong penambahan kapasitas energi baru terbarukan, serta membangun koridor interkoneksi sistem kelistrikan Jawa-Sumatera dan Jawa-Kalimantan.

"Ini memerlukan biaya yang tak sedikit, membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten, membutuhkan peralatan serta resources yang cukup banyak," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya