Pemerintah Terbitkan PP Baru, Ada Aturan Kewajiban Pajak Karbon

Ilustrasi karbon
Sumber :
  • ANTARA

VIVA Bisnis – Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Dalam salah satu PP tersebut turut mengatur hak dan kewajiban pajak karbon.

Memahami Pajak Hybrid : Solusi Atau Beban Baru bagi Dunia Bisnis?

“Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dan perubahannya perlu diganti untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami ketentuan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor dalam keterangan, Rabu 14 Desember 2022.

Baca juga: Diterpa Isu KUHP Baru, Pergerakan WNA di Bandara Soetta Tak Terdampak dan Justru Meningkat

PBB Kirim Utusan ke Suriah Bahas Bantuan Kemanusiaan usai Assad Terguling

Adapun untuk pokok perubahan pasal per pasal dalam PP tersebut sebagai berikut:

Untuk bab I tentang Ketentuan Umum menambahkan definisi antara lain, Penyidikan, Penyidik, Surat Keputusan Persetujuan Bersama, Kesepakatan Harga Transfer, Data Kependudukan, Data Balikan, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Dan Pajak Karbon.

Harga Emas Hari Ini 17 Desember 2024: Produk Antam Kinclong, Global Stagnan

Bab II menambahkan pengaturan NIK sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) penduduk dengan mekanisme aktivasi, menambah Surat Keputusan Persetujuan Bersama sebagai dasar pembetulan dan pengembalian kelebihan pajak, serta mengatur batasan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT).

Pada bab III, mengatur ketentuan penangguhan Pemeriksaan yang ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Kemudian bab IV, menghapus ketentuan verifikasi terkait penerbitan surat ketetapan sesuai putusan Mahkamah Agung Nomor 73/P/HUM/2013. Serta menambahkan syarat laporan keuangan yang diaudit dalam pencabutan kriteria wajib pajak tertentu agar selaras dengan syarat penerapannya.

Bab V, menurunkan sanksi keberatan dan sanksi banding serta menambahkan pengaturan sanksi peninjauan kembali sesuai pengaturan dalam UU HPP. Serta menambahkan lingkup surat keputusan yang bisa dilakukan pembetulan, yaitu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB), Surat Tagihan Pajak PBB, Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi PBB, dan Surat Keputusan Persetujuan Bersama.

Ilustrasi pajak.

Photo :
  • Freepik

Selanjutnya, bab VI memberikan kepastian hukum bahwa pelaksanaan imbalan bunga bagi wajib pajak yang mengajukan peninjauan kembali diberikan setelah putusan peninjauan kembali diterima Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Tanggal putusan banding/peninjauan kembali diterbitkan adalah tanggal putusan diterima DJP.

Bab VII, menambahkan pengaturan Surat Keputusan Persetujuan Bersama sebagai dasar penagihan pajak, menambahkan klaim pajak sebagai dasar penagihan, dan menambahkan pengaturan bahwa tagihan pajak berdasarkan pasal 14 ayat (4) atas Surat Ketetapan Pajak yang belum inkracth bukan merupakan utang pajak.

Pada bab VIII, mengatur ulang kriteria kuasa wajib pajak sesuai pasal 32 UU HPP serta menyesuaikan kerja sama pemberian data dengan pihak lain yang terkait kerahasian jabatan pasal 34 UU HPP.

Kemudian bab IX, mengatur penerapan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) sesuai pasal 27C UU HPP. Sementara bab X mengatur pemulihan kerugian pada pendapatan negara sesuai pasal 44B UU HPP, mengatur kewenangan menteri keuangan untuk mengusulkan pencegahan dalam rangka penyidikan sesuai pasal 44 UU HPP, dan mengatur penetapan secara in absentia sesuai pasal 44D UU HPP.

ilustrasi pajak

Photo :
  • Adri Prastowo

Sedangkan untuk bab XI, mengatur bahwa DJP dapat menerbitkan keputusan dalam bentuk elektronik menggunakan tanda tangan elektronik/segel elektronik tersertifikasi. Serta bab XII mengatur kewenangan menteri keuangan untuk menerima dan meminta Data Kependudukan dan Data Balikan, dari Kementerian Dalam Negeri sesuai amanah pasal 2 UU HPP.

Lebih lanjut, pada bab XIII, mengatur tentang hak dan kewajiban pajak karbon. Bab XIV, mengatur tentang ketentuan peralihan pengenaan sanksi Pasal 13 ayat (3) UU KUP, Pasal 14 ayat (1) huruf I, sanksi keberatan, banding, dan peninjauan kembali, dan sanksi Pengenaan sanksi permohonan penghentian penyidikan Pasal 44B.

Berikutnya, untuk bab XV mengatur penerbitan keputusan elektronik harus sudah diterapkan paling lama lima tahun sejak PP ini berlaku, mengatur bahwa peraturan pelaksanaan PP 74 tahun 2011 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan, mencabut PP 74 tahun 2011, dan mengatur saat mulai berlakunya PP ini yakni tanggal diundangkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya