Kontroversi KUHP Baru, Kurangi Minat Turis Asing dan Hancurkan Pariwisata RI

Ilustrasi sejumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali.
Sumber :
  • U-Report

VIVA Bisnis – Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) resmi disahkan dalam rapat Paripurna DPR RI, pada Selasa, 6 Desember 2022. Dalam pengesahan undang-undang baru itu, ada beberapa pasal kontroversial, termasuk Pidana Kumpul Kebo, yang mengatur hubungan seks di luar pernikahan.

Hujan Deras Guyur Bali, Sejumlah Daerah Terendam Banjir

Undang-undang mengenai pasal ini juga dikhawatirkan dapat membuat turis enggan untuk pergi ke Indonesia, karena UU tersebut melarang berhubungan seks di luar nikah.

Para kritikus menyebut bahwa undang-undang tersebut adalah bencana bagi hak asasi manusia, dan juga melarang pasangan yang belum menikah untuk hidup bersama dan membatasi kebebasan politik dan agama.

Petenis Jepang Juara Men's World Tennis Championship 2024 Bali Seri I

Baca juga: Gaji Fantastis dan Jaringan Bisnis Luas, Intip Pundi-pundi Kekayaan Cristiano Ronaldo

Melansir dari BBC, Rabu, 7 Desember 2022, diperkirakan akan ada protes di Jakarta minggu ini terkait kebijakan UU baru tersebut, dan akan digugat di pengadilan. Hukum pidana baru itu akan berlaku dalam tiga tahun dan berlaku untuk orang Indonesia dan orang asing yang tinggal di negara itu.

Usai Ditangkap di Thailand, Buron Bandar Narkotika Asal Ukraina Tiba di Bandara Soetta

Aturan ini kemudian telah dilaporkan secara luas di Australia, di mana beberapa surat kabar menjulukinya sebagai "Bali bonk bank".

Padahal, Perekonomian Indonesia sangat bergantung pada pariwisata dari Australia yang merupakan sumber wisata nomor satu Indonesia sebelum pandemi.

Di mana, ribuan orang terbang ke pulau tropis Bali setiap bulan untuk menikmati cuaca hangatnya, menikmati bir Bintang yang murah, dan pesta pantai sepanjang malam.

Kemudion, pernikahan di Bali cukup umum, dan ribuan mahasiswa pascasarjana Australia terbang ke Bali setiap tahun untuk merayakan kelulusan SMA.

Bagi banyak anak muda Australia, perjalanan ke Bali dipandang sebagai situs peralihan. Yang lain pergi ke sana beberapa kali setahun untuk liburan karena dianggap murah dan cepat. Tetapi begitu berita mengenai UU tersebut menyebar, keraguan untuk berkunjung ke Indonesia di masa depan mulai muncul.

Wisatawan asing membawa sepeda di kawasan wisata Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Senin, 26 November 2018.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Melalui halaman Facebook yang didedikasikan untuk pariwisata di Indonesia, pengguna mencoba memahami perubahan dan apa artinya bagi pengunjung asing.

Beberapa mengatakan bahwa mereka akan bepergian ke Indonesia dengan surat nikah mereka, sementara yang lain, yang belum menikah mengatakan bahwa mereka akan pergi ke tempat lain jika undang-undang tersebut mengatur untuk berbagi kamar hotel dengan pasangan mereka.

"Kamu akan (menyuap) untuk mencari jalan keluar,” kata salah satu pengguna di grup Bali Travel Community.

"Cara yang bagus untuk menghancurkan industri pariwisata Bali," tulis yang lain.

Sementara itu, masih banyak yang menganggap bahwa UU tersebut hanya sebuah taktik untuk menakut-nakuti semua orang dan tidak mungkin diterapkan.

Di bawah undang-undang baru, pasangan yang belum menikah yang ketahuan berhubungan seks dapat dipenjara hingga satu tahun dan mereka yang kedapatan hidup bersama dapat dipenjara hingga enam bulan.

Kritikus mengatakan pelancong juga bisa terjerat.

Ilustrasi Wisatawan Mancanegara

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

"Katakanlah seorang turis Australia punya pacar atau pacar yang orang lokal," kata Andreas Harsono, seorang peneliti senior di Human Rights Watch kepada Australian Broadcasting Corporation (ABC).

"Kemudian orang tua setempat atau saudara laki-laki atau perempuan setempat melaporkan turis itu ke polisi. Ini akan menjadi masalah."

Pengunjung telah diberitahu untuk tidak terlalu khawatir, karena polisi hanya akan menyelidiki jika ada anggota keluarga yang mengajukan pengaduan, seperti orang tua, pasangan, atau anak dari tersangka pelaku.

Tapi, hal itu pun tetap dinilai berbahaya, kata Harsono, karena membuka pintu untuk penegakan hukum selektif.

"Artinya, itu hanya akan diterapkan terhadap target tertentu," katanya.

"Mungkin hotel, mungkin turis asing yang akan memungkinkan petugas polisi tertentu memeras suap atau politisi tertentu menggunakan, katakanlah, undang-undang penistaan agama, untuk memenjarakan lawan mereka."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya