Airlangga Beberkan Hal Utama yang Buat Transisi Energi Setiap Negara Tak Mudah Dilakukan

Menko Ekonomi Airlangga Hartarto.
Sumber :
  • Anisa Aulia/VIVA.

VIVA Bisnis – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, upaya-upaya untuk melakukan langkah transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT), memiliki sejumlah tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh masing-masing negara.

Perang Bintang AS dan China

Salah satunya yakni terkait situasi geopolitik yang tidak menentu, terutama karena konflik Rusia-Ukraina yang membuat upaya transisi energi menjadi tidak mudah.

"Hal ini dapat dilihat dari fluktuasi dan tingginya harga energi, terutamanya gas sampai hari ini. Termasuk harga BBM di Indonesia," kata Airlangga dalam telekonferensi di acara '3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022', yang digelar di Nusa Dua, Bali, Kamis 24 November 2022.

Zelensky Ingin Akhiri Perang Ukraina-Rusia dengan Diplomasi Tahun Depan

Baca juga: Menko Airlangga Dorong SKK Migas Benahi Iklim Investasi di Sektor Hulu Migas

Dia menambahkan, konsisi perekonomian dalam satu tahun ke depan juga masih memiliki berbagai tantangan, yang kerap disebut sebagai perfect storm.

Trump Janji Selesaikan Perang di Ukraina dan Palestina dengan Cara Ini

Hal itu akibat sejumlah dampak seperti misalnya dari pandemi COVID-19 yang juga belum selesai, kemudian perang seperti Rusia-Ukraina, dan melonjaknya harga energi termasuk BBM.

Bahkan, lanjut Airlangga, kondisi tersebut membuat IMF memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 3,2 persen, dan diperkirakan masih turun pada 2023 menjadi 2,7 persen.

Inflasi diperkirakan mencapai 8,8 persen pada 2022, dan turun secara global di 6,5 persen pada 2023. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di angkat 5,7 persen pada kuartal III-2022.

Peta Pipa Jalur Gas Rusia ke Eropa.

Photo :
  • Instagram @arcandra.tahar

Berdasarkan data tersebut, Airlangga memastikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi the brights spot. Jadi, memang masyarakat di level ASEAN relatif lebih resilient terhadap tantangan ekonomi.

"Secara spasial, di wilayah Indonesia pertumbuhan membaik, di mana yang tertinggi ada di Sulawesi yang mencapai 8,25 persen. Kemudian ada Maluku-Papua 7,51 persen, diikuti Bali, Nusa Tenggara, Jawa, Kalimantan, dan Sumatera," kata Airlangga.

"Tentu di luar Bali, Sulawesi, di Maluku dan Papua, ini didorong harga mineral yang tinggi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya