SKK Migas Ungkap Industri Hulu Migas RI Butuh Investasi US$179 Miliar
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
VIVA Bisnis – Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengatakan, saat ini Indonesia masih perlu memaksimalkan nilai sumber daya minyak dan khususnya gas. Hal itu untuk memastikan keamanan dan keterjangkauan energi di kawasan, sambil memenuhi ambisi menuju emisi nol bersih atau net-zero emission.
Karenanya, Dwi menegaskan bahwa industri hulu migas masih terus berupaya mencapai visi produksi minyak 1 juta BOPD, dan produksi gas 12 BSCFD pada 2030 mendatang.
"Investasi yang signifikan dan partisipasi aktif dari pelaku domestik dan internasional sangat diperlukan, untuk membuka potensi migas kita. Kami perkirakan, industri hulu migas membutuhkan investasi sebesar US$179Â miliar," kata Dwi di Nusa Dua, Bali, Rabu 23 November 2022.
Baca juga:Â Harga Emas Hari Ini 23 November 2022: Global dan Antam Naik Tipis
Menyadari hal tersebut, Dwi pun memastikan bahwa pemerintah Indonesia juga telah menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan para kontraktor. Hal itu akan diimplementasikan melalui lima strategi utama, yakni pertama, mengoptimalkan produksi lapangan yang ada, dan kedua, transformasi sumber daya kontingen menjadi produksi.
Ketiga, mempercepat Enhanced Oil Recovery (EOR) kimiawi. Keempat, mendorong kegiatan eksplorasi migas, dan kelima, percepatan peningkatan regulasi melalui One Door Service Policy (ODSP) dan insentif hulu migas.
Dwi menambahkan, semangat kolaborasi pemerintah itu juga ditunjukkan dengan memperbaiki ketentuan fiskal. Misalnya melalui pemberian insentif tambahan jika diperlukan, agar suatu lapangan dapat dikembangkan secara ekonomis.
Dia mengaku, selama ini pihaknya telah memberikan sejumlah insentif untuk pengembangan lapangan, antara lain kepada ExxonMobil Cepu, Pertamina Hulu Mahakam, Pertamina Hulu Energy Sanga-Sanga, Pertamina Hulu Kalimantan Timur, dan beberapa wilayah kerja lainnya.
Menurutnya, besarnya multiplier effect dari implementasi visi tersebut, tidak hanya dilihat dari proyeksi penerimaan negara semata. Namun juga dari investasi dan uang beredar, yang dapat berdampak besar terhadap upaya pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
"Oleh karena itu, yang sebelumnya dianggap sebagai 'industri matahari terbenam', kini industri minyak dan gas berubah menjadi 'industri matahari terbit'," ujarnya.