Dolar yang Tergelincir Buat Harga Minyak Dunia Naik

Anjungan WPS-3 Pertamina Hulu Mahakam.
Sumber :
  • Dok. Pertamina

VIVA Bisnis – Harga minyak dunia tercatat naik pada perdagangan Jumat pagi usai dolar tergelincir di tengah ekspektasi tidak adanya penurunan tensi dari kenaikan suku bunga AS yang tajam. Selain itu, lemahnya permintaan minyak dari China di tengah naiknya COVID-19 juga pengaruhi harga minyak dunia hari ini.

Mendag Budi Janjikan Harga MinyaKita Turun dalam Dua Hari

Dilansir dari Economic Times pada Jumat 18 November 2022, harga minyak mentah berjangka Brent naik kembali 67 sen atau naik 0,8 persen menjadi US$90,45 per barel. Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 70 sen atau 0,9 persen menjadi seharga US$82,34 per barel.

Turunnya dolar terhadap sejumlah mata uang dunia lainnya hari ini membantu minyak naik, terlebih greenback atau dolar yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya. Namun WTI turun lebih dari 7 persen  minggu ini, sementara Brent turun hampir 6 persen.

Presiden China Xi Jinping: Solusi Dua-Negara Fundamental untuk Perdamaian Palestina

Baca juga: IHSG Dibayangi Kenaikan Suku Bunga BI, Ini Rekomendasi Saham-sahamnya

Analis mengatakan adanya kekhawatiran tentang potensi penguncian di China untuk mengekang lonjakan kasus COVID, yang mencapai level tertinggi sejak April, dan kekhawatiran bahwa lebih banyak kenaikan suku bunga akan mendorong ekonomi AS ke dalam resesi membuat pasar tertutup.

China: Kegagalan Gencatan Senjata di Gaza Akar Penyebab Kekacauan di Timur Tengah

Berdasarkan data Komisi Kesehatan Nasional China pada Jumat pagi, melaporkan terdapat 25.353 infeksi COVID-19 baru pada 17 November naik dari 23.276 kasus baru sehari sebelumnya.

"Pengaturan kebijakan di kota Guangzhou di China selatan, di mana kasus COVID-19 telah melonjak secara signifikan, akan penting untuk diperhatikan," kata analis komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar dalam sebuah catatan.

Foto ilustrasi minyak dunia

Photo :

Selain itu, pernyataan dari pejabat Federal Reserve AS pada minggu ini memupus harapan kenaikan suku bunga AS yang agresif.

"Harga minyak tetap di bawah tekanan, dengan permintaan tertekan oleh meningkatnya kasus COVID-19 China dan kekhawatiran kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif," kata Managing Partner di SPI Asset Management, Stephen Innes dalam sebuah catatan kepada klien.

Tak hanya itu, kekhawatiran resesi telah mendominasi minggu ini bahkan dengan larangan Uni Eropa terhadap minyak mentah Rusia pada 5 Desember dan Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama dikenal sebagai OPEC+, memperketat pasokan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya