Tarif Ojol Naik Bisa Sebabkan Inflasi, Ekonom Minta Dikaji Ulang
- vstory
VIVA Bisnis – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance, Nailul Huda meminta Pemerintah untuk kembali mempertimbangkan kenaikan tarif ojek online (ojol). Hal itu karena kenaikan tersebut dapat memicu inflasi melalui transportasi.
Kenaikan tarif ojol itu diatur melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. 564 Tahun 2022, tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
"Pemerintah tidak melihat kebijakan dari berbagai sisi di mana ada satu aspek yang tidak dilihat pemerintah, yaitu aspek konsumen," kata Huda saat dihubungi VIVA Bisnis, Rabu 10 Agustus 2022.
Baca juga: Tarif Ojol Naik, Gojek Janjikan Hal Ini ke Driver dan Pelanggan
Huda mengatakan, bentuk industri dari transportasi online termasuk ojol adalah multi sided market. Di mana dalam hal ini ada banyak jenis konsumen yang di 'layani' oleh sebuah platform.
"Bukan hanya dari sisi mitra driver saja, namun juga dari sisi konsumen akhir atau penumpang dan pelaku UMKM (mitra penjual makanan-minuman). Perubahan cost dari sisi mitra driver akan mempengaruhi perubahan di sisi konsumen penumpang dan pelaku UMKM," ujarnya.
Adapun dari sisi konsumen jelasnya, akan terjadi penurunan permintaan sesuai dengan hukum ekonomi. Jika permintaan industri bersifat elastis, dapat dipastikan bahwa pengemudi ojol akan merugi karena secara total pendapatan akan menurun.
"Maka hal ini kontradiktif dengan kesejahteraan mitra driver yang ingin dicapai dengan adanya perubahan ini," jelasnya.
Huda menjelaskan, dengan adanya kenaikan tarif ojol itu juga akan ada perpindahan transportasi masyarakat. Dengan sebagian masyarakat akan pindah ke transportasi umum dan sebagian lagi akan menggunakan kendaraan pribadi.
"Perpindahan ke transportasi umum bisa dibilang akan meningkatkan biaya transportasi masyarakat, dimana perjalanan masyarakat akan semakin panjang. Dan sebagian besar belum terintegrasi moda transportasi umum di kota-kota Indonesia. Ada biaya transportasi yang kemungkinan meningkat dan bisa menyebabkan inflasi secara umum," terangnya.
Huda menilai, inflasi transportasi per Juli 2022 sudah cukup tinggi, sebab secara tahunan ada di level 6,65 persen. Itu merupakan inflasi tertinggi kedua setelah makanan, minuman, dan tembakau.
Dia melanjutkan, dengan itu maka konsumen akan lebih memilih untuk membeli makanan dan minuman yang lebih dekat secara jarak. Serta masyarakat juga dimungkinkan enggan mengantre, dan hal ini akan menurunkan permintaan dari produk pelaku UMKM mitra layanan pesan antar makanan.
"Jadi saya rasa pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan kenaikan tarif ojek online ini dan melihat sebesar besar elastisitas dari produk atau layanan. Jangan juga, kebijakan ini menimbulkan perang harga antar platform yang akan membuat industri tidak sehat," ujarnya.