Wamenkeu Sebut Pemerintah pada 2023 Siap-siap, Ada Apa?
- Anisa Aulia/VIVA.
VIVA Bisnis – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan, Pemerintah pada 2023 akan bersiap-siap. Hal itu, kata Wamenkeu karena kondisi perekonomian global yang saat ini sedang ada dalam ketidakpastian.
Suahasil mengatakan, pada realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) semester I mencatatkan surplus. Untuk surplus tersebut jelasnya berasal dari sisa perhitungan anggaran yang berlebih.
"Sisa lebih ini dalam bentuk cash akan dijaga Pemerintah. Kenapa karena pemerintah tidak hanya menjaga 2022 tapi kita juga harus bersiap-siap untuk tahun 2023," ujar Suahasil dalam telekonferensi, Selasa 2 Agustus 2022.
Baca juga: DJP: Penerimaan Pajak Semester I-2022 Tembus Rp868 Triliun
Suahasil menuturkan, dalam hal ini Pemerintah akan bersiap menghadapi kondisi ekonomi dunia yang saat ini masih terus berlanjut. Diantaranya, ancaman inflasi yang disebabkan oleh ketegangan geopolitik di Ukraina.
"Kita harus siap-siap dengan kondisi ekonomi dunia yang masih turbulence. Kita siap-siap dengan negara Eropa dan Amerika dan global yang masih akan meningkatkan suku bunga," jelasnya.
Dia melanjutkan, karena jika suku bunga masih meningkat di AS dan Eropa maka dampaknya akan terkena kepada negara emerging market. Tidak terkecuali Indonesia.
"Kita harus melakukan secara smart karena kalau suku bunga itu meningkat maka bisa-bisa beban biaya bunga kita. Kita tidak mau melonjak terlalu tinggi," imbuhnya.
Maka dari itu, Pemerintah pada 2023 akan menjaga agar APBN tetap sehat, kemudian kondisi fiskal yang tetap terjaga.
"Karena itu juga defisitnya harus kita turunkan ke bawah 3 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto)," terangnya.
Sebelumnya Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) resmi menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada Rabu, 27 Juli 2022.
Kenaikan itu merupakan yang kedua berturut-turut dengan besaran tersebut. The Fed mengungkapkan alasan kenaikan suku bunga itu karena peningkatan inflasi yang tidak menunjukkan tanda-tanda pelonggaran yang jelas.
"Inflasi tetap tinggi, mencerminkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan terkait pandemi, harga pangan dan energi yang lebih tinggi, dan tekanan harga yang lebih luas," katanya.