Sri Mulyani Bawa Kabar Tak Mengenakkan Bagi Perekonomian, Apa itu?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di acara 3rd FMCBG G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat, 15 Juli 2022.
Sumber :
  • Pool/BI

VIVA Bisnis – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membawa kabar tak mengenakkan. Sebab dia memperkirakan hingga akhir 2022 perekonomian dunia akan semakin memburuk.

Dukung Percepatan Swasembada Pangan, Petrokimia Gresik Sebar 54 Taruna Makmur ke Berbagai Daerah

Sri Mulyani mengatakan, itu disebabkan akibat dari dampak dari pandemi COVID-19 dan diperparah dengan konflik geopolitik Rusia dan Ukraina. Di mana dari itu telah menyebabkan gangguan pasokan yang mendorong harga pangan ke level tertinggi.

"Harga pangan melonjak hampir 13 persen pada Maret, ini juga mencapai  tinggi baru. Dan kemungkinan akan naik lebih jauh berpotensi hingga 20 persen menjelang akhir tahun 2022," ujar Sri Mulyani dalam High Level Seminar di Nusa Dua Bali Convention Center, Jumat 15 Juli 2022.

LPI Survei 10 Menteri Kabinet Prabowo dengan Kinerja Terbaik: Nomor 1 dan 4 Mengejutkan

Baca juga: Sri Mulyani: Utang Jadi Ancaman Nyata Akibat Lonjakan Komoditas

Selain itu, pada perekonomian global tantangan akan terus berlanjut. Karena dimungkinkan harga pangan akan tetap berada pada level tertinggi.

Gus Yahya: Masyarakat Perlu Dengar Penjelasan Pemerintah soal PPN 12 Persen

"Situasi kita di sini pada tahun 2022 diproyeksikan akan semakin memburuk dan ini bukan kabar baik bagi kita semua. Pandemi COVID-19 yang belum terselesaikan, serta perang yang sedang berlangsung di Ukraina kemungkinan akan memperburuk kerawanan pangan akut 2022," imbuhnya.

Lebih lanjut Sri Mulyani mengatakan, krisis pupuk yang saat ini membayangi juga berpotensi memperparah krisis pangan hingga tahun 2023. Maka dengan itu harus ada urgensi untuk menangani krisis tersebut.

Menteri Keuangan Sri Mulyani di FMCG G20 di Bali.

Photo :
  • VIVA/Anisa Aulia

"Penerapan mekanisme pembiayaan yang tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan serta dan sosial," ujarnya.

Sebab menurutnya, hal itu sangat mendesak bagi negara berpenghasilan rendah dan berkembang.

"Selain itu, kami juga terlihat masih tetap bertahan meskipun sangat sulit mempertahankan kebijakan makroekonomi yang baik yang kini terancam krisis," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya