Intip Komitmen Pemimpin RI Kendalikan Perubahan Iklim Jelang COP26
- Dok. KLHK
VIVA – Jelang acara Glasgow Climate Change Conference (COP26) pada November 2021, sejumlah pemimpin Indonesia menyatakan komitmennya dalam pengendalian perubahan Iklim. Bahkan, Indonesia jauh hari telah bersiap berkontribusi bersama masyarakat global.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengatakan bahwa di Glasgow pihaknya akan mempertegas komitmen dan ambisi Indonesia dalam mengendalikan perubahan iklim dengan menahan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius.
"Komitmen itu ketegasan antara komitmen dan implementasi. Arahan Bapak Presiden yang dijanjikan itu yang realistis yang bisa dikerjakan atau ada justifikasi kita bisa melakukannya," jelas Siti dalam keterangan tertulisnya, Jumat 29 Oktober 2021.
Baca juga: Kata Menteri PUPR Soal Bahaya COVID-19 dan Perubahan Iklim Sama
Ia mengungkapkan jika dalam periode 6-7 tahun terakhir telah banyak hasil kerja Pemerintah dan Kementerian LHK yang dipimpinnya dalam kaitannya upaya mengendalikan perubahan iklim.
Kerja sama yang baik dari para pihak mulai dari Pemerintah, Masyarakat, Dunia Usaha, Akademisi, Aktivis dan Media menjadi faktor penentu berbagai kesuksesan kerja-kerja besar mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia.
"Kita akan memberikan kepada dunia berupa contoh-contoh kerja nyata pengendalian perubahan iklim," tegasnya.
Ia menuturkan, kepemimpinan Indonesia dalam aksi pengendalian perubahan iklim diakui oleh masyarakat internasional. Indonesia dianggap negara yang penting di dunia dengan segala pencapaiannya dan isu perubahan iklim.
Seperti, kombinasi yang efektif antara kebijakan, pemberdayaan, dan penegakan hukum di Indonesia telah berhasil menurunkan laju deforestasi Indonesia ke tingkat terendah sepanjang sejarah.
Pada isu manajemen karhutla, Indonesia berhasil mengurangi kebakaran hutan dan lahan hingga 82 persen disaat beberapa wilayah di Amerika, Australia dan Eropa mengalami peningkatan signifikan kejadian karhutla.
Indonesia juga berhasil menghindari apa yang disebut bencana ganda, yaitu kebakaran hutan yang menyebabkan asap terjadi secara paralel dengan wabah COVID-19, selama dua tahun pandemi (2020-2021).
Indonesia juga gencar melindungi ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, lamun dan terumbu karang juga lahan gambut, yang secara ilmiah terbukti mempunyai kemampuan berkali lipat dalam menyerap dan menyimpan karbon dibandingkan hutan tropis di daratan.
Untuk itu Indonesia pun telah mengumumkan prakarsa untuk memulihkan 600 ribu hektare hutan mangrove yang rusak selama tiga tahun ke depan hingga 2024.
Besarnya kontribusi sektor kehutanan dan lahan pada 6-7 tahun terakhir dalam penurunan emisi karbon ini, menjadi dasar agenda Forest and Land Use (FoLU) Netsink pada 2030 yang diusung Indonesia sebagai ambisi besar yang terukur pada Glasgow Climate Change Conference (COP26) nanti.
Sementara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan jika sektor energi Indonesia akan ikut berkontribusi dalam upaya pengendalian perubahan iklim utamanya dari penurunan emisi gas buang dari industri dan transportasi.
"Sektor energi tidak ketinggalan untuk ikut menurunkan emisi gas buang, upaya ini dilakukan karena penurunan efek rumah kaca tidak akan berkelanjutan apabila tidak diikuti penurunan emisi dari gas buang bahan bakar yang kita gunakan," ujarnya.
Langkah penurunan gas buang dari sektor energi menurutnya sudah dimulai dengan penggunaan bioenergi, mendorong penggunaan kendaraan listrik, mengubah pembangkit listrik energi fosil menjadi energi yang lebih bersih dan terbarukan seperti energi biosolar, hydropower, matahari, angin, dan panas bumi, serta potensi energi baru terbarukan lainnya.
Sedangkan, Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryopratomo menyoroti tentang betapa pentingnya semua pihak baik di level nasional maupun global untuk menjaga alam demi menghindari terjadinya perubahan iklim.
Menurut dia, pertemuan di Glasgow COP26 nanti merupakan kegiatan sangat penting untuk bersama menyelamatkan bumi. Dan Indonesia dinilai mampu dan memiliki kekayaan sumber daya alam, plasma nutfah, serta sebagai paru-paru dunia, miliki terumbu karang, mangrove yang bisa menyerap CO2 begitu besar dari emisi gas buang.
"Inilah yang harusnya membangkitkan kita semua untuk bersama bagaimana menyelamatkan bumi, bagaimana mencegah terjadinya pemanasan bumi, yang akan berakibat pada perubahan ekosistem," ungkapnya.