Dilema Bisnis Pinjol Legal, Dirusak Praktik Ilegal
- Entrepreneur
VIVA – Bagaikan bom waktu. Fenomena praktik pinjaman online (Pinjol) ilegal yang meresahkan dan telah terjadi bertahun-tahun akhirnya meledak saat ini. Tak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi Widodo akhirnya gerah dengan praktik ilegal pembiayaan financial technology (Fintech) peer to peer lending ilegal.
Berkembang dan menjamurnya perusahaan pinjol adalah sebuah keniscayaan di era digital saat ini. Pinjol jadi alternatif pembiayaan bagi masyarakat yang butuh pendanaan cepat dan dengan syarat yang mudah ketimbang pembiayaan lainnya seperti perbankan.
Namun, bagaikan bola salju. Semakin besar tren pembiayaan pinjol semakin besar pula tantangan dan masalah yang harus dihadapi. Termasuk, makin menjamurnya pinjol ilegal yang praktiknya mencoreng citra yang telah dibangun oleh pinjol yang telah berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator.
"Ini kan masalah klasik. Masalah fintech ilegal itu sudah berapa tahun terjadi. Hanya karena presiden ngomong, sekarang semua orang baru kebakaran jenggot," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko ketika berbincang dengan VIVA, dikutip Kamis 21 Oktober 2021.
"Kalau menurut saya ini udah 3-4 tahun lalu pinjol ilegal) sudah menjadi (Permasalahan) ini. Tapi kan enggak pernah ada yang menaruh perhatian. Enggak ada yang mau benar-benar mau berantas itu. Enggak ada," tegasnya.
Dia menjabarkan, AFPI mencatat saat ini ada 106 perusahaan pinjol berizin atau legal yang menjadi anggotanya. Mereka terdiri dari platform P2P multiguna, pinjaman produktif hingga syariah. Semua perusahaan pinjol itu di bawah pengawasan asosiasi dan OJK. Tapi di luar jumlah itu diketahui bahwa ada ribuan pinjol ilegal yang praktik di Indonesia.
Baca juga: Heboh Kabar Bakal Gantikan Garuda Indonesia, Pelita Air: Butuh Proses
"Jadi dasarnya adalah berizin atau terdaftar di OJK dulu, setelah mereka legal memiliki izin untuk kegiatan peer to peer lending baru mereka menjadi anggota APFI," tambahnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, tidak semua praktik pinjol di Indonesia diawasi oleh AFTI meski diberi mandat pengawasan oleh OJK. Pengawasan dilakukan pada pinjol legal khususnya terkait keluhan konsumen.
"Jadi kami lebih ke arah memfasilitasi, memastikan apabila ada keluhan ditanggapi. Apakah ditanggapinya itu diterima atau ditolak itu nanti dari platformnya tapi harus ada tanggapan dari platform," ungkapnya.
Terkait bunga yang menjerat dia menegaskan, pinjol legal tidak mungkin mematok biaya termasuk bunga yang tidak sesuai batasan. Saat ini menurutnya untuk pinjaman jangka pendek biaya dan bunga dipatok maksimal 0,8 persen per hari.
"Nah kalau seandainya ada platform legal, anggota AFPI misal dia misalkan setelah dihitung itu, wah bunga 7 hari kok lebih kalau dihitung per harinya dari 0,8 persen, lapor ke kita. Sertakan buktinya, kita akan proses, sekalian cc ke OJK," tegasnya.
Lebih lanjut dia memastikan, perusahaan pinjol legal akan taat pada ketentuan dan aturan yang berlaku. Sehingga ekosistem fintech P2P lending di era digital saat ini akan semakin berkembang dan memberikan manfaat sebagai alternatif pembiayaan bagi masyarakat, khususnya untuk kepentingan produktif.
"Pelanggarannya fatal, dia bisa dikeluarkan dari anggota APFI, kalau dia dikeluarkan dari anggota dia izinnya bisa dicabut. Artinya terlalu mahal untuk yang legal itu untuk bermain main atau mau berbuat nakal itu mahal konsekuensinya. karena risikonya adalah izin,” ujarnya
Terkait masifnya pemberantasan praktik pinjol ilegal, AFPI menurutnya, sangat mendukung upaya pemerintah dan aparak keamanan tersebut. Sebab, memang sudah sangat menggangu juga dari sisi bisnis. Bahkan Sunu mengaku, asosiasi pernah curhat ke Jokowi terkait praktik pinjol ilegal itu.
Praktik melanggar hukum ini lanjutnya, tidak bisa diberantas tanggung-tanggung. Perlu kolaborasi pihak-pihak terkait untuk bisa masalah yang merusak ekosistem bisnis fintech ini.
"Karena kami benar-benar ingin fintek landing ini benar-benar membantu masyarakat. Bukan hanya untuk pinjaman konsumtif, tapi juga untuk sektor produktif sektor UMKM," ujarnya.
"Jadi sebetulnya memang akhirnya karena pinjol secara umum yang kena imbas yang legal juga," tutupnya.
Dari sisi regulasi, bisnis pinjol telah diatur OJK melalui POJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam kebijakan itu mekanisme bisnis, batas pinjaman hingga persyaratan perizinan perusahaan pinjol diatur dengan ketat.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pun mengungkapkan, OJK sejatinya telah melakukan moratorium perizinan pinjol sejak awal 2020 lalu. Guna memberantas pinjol ilegal, kerja sama antara lain dengan Bank Indonesia, Polri, dan Kemenkominfo juga terus dilakukan juga bersama Satuan Tugas Waspada Investasi.
"Di antaranya harus ditutup platform (pinjol ilegal) dan diproses secara hukum baik bentuknya apapun. Mau koperasi, mau payment, mau peer to peer (landing) semua sama,” kata Wimboh beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Ketua Tim Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, mengungkapkan bahwa meskipun pemberantasan pinjol ilegal terus dilakukan, kolaborasi bersama ini juga fokus melakukan pencegahan melalui edukasi kepada masyarakat. Agar masyarakat paham mengenai akses pada pinjol ilegal itu sangat berbahaya.
"Di sisi pemeberantasan kami melakukan pemblokiran sampai saat ini sudah 3.365 entitas pinjol ilegal yang diblokir dan kami umumkan kepada masyarakat agar masyarakat tidak akses ke sana," tambahnya.