Utang Publik Era Jokowi Masih di Bawah 40 Persen PDB? Cek Faktanya
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Presiden Joko Widodo mendapat pujian dari Profesor asal Singapura. Dia adalah Kishore Mahbubani, peneliti di National University of Singapore.
Dalam tulisannya "The Genius of Jokowi' yang dirilis Project Syndicate menyebutkan pujian bahwa Jokowi sebagai pemimpin dengan penduduk mayoritas muslim terbesar yang dipilih secara demokratis dan menjadi yang paling efektif di dunia saat ini.
Presiden Jokowi dipuji karena bisa memimpin keberagaman etnis dengan luas negara 5.125 kilometer (3,185 mil). Profesor itu juga membandingkannya dengan kepemimpinan Joe Biden.
Sejumlah pencapaian lain Jokowi yang membuat Mahbubani menjulukinya sebagai sosok jenius adalah fokusnya mengatasi kemiskinan di Indonesia. Juga redistribusi tanah kepada rakyat, jaminan pendidikan dan kesehatan, program bantuan sosial dan mampun menurunkan koefisien Gini atau ketimpangan kekayaan dan pendapatan.
Termasuk utang publik Indonesia yang dinilai cukup baik di bawah 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Tidak seperti banyak pemimpin yang menganjurkan program besar pemerintah untuk membantu orang miskin, Jokowi bijaksana secara fiskal. Utang publik Indonesia rendah menurut standar internasional, kurang dari 40 persen dari PDB," ungkap Mahbubani.
Lantas bagaimana sebenarnya fakta utang publik Indonesia?
Berdasarkan catatan VIVA, dalam laporan APBN Kinerja dan Fakta (KITA) edisi Agustus 2021, Kementerian Keuangan mengumumkan posisi utang pemerintah per akhir Juli 2021 berada di posisi Rp6.570,17 triliun.
Dengan besaran tersebut maka rasio utang pemerintah itu tercatat sebesar 40,51 persen terhadap PDB Indonesia. Lebih rendah dari akhir bulan sebelumnya 41,35 persen.
Sementara itu untuk laporan terbaru APBN Kita edisi September 2021, total utang pemerintah per akhir Agustus 2021 telah mencapai Rp6.625,43 triliun. Utang tersebut naik Rp55,27 triliun dibanding utang akhir Juli 2021.
Menurut laporan resmi APBN Kita, rasio utang pemerintah terhadap PDB per akhir Agustus 2021 itu mengalami kenaikan menjadi 40,85 persen dari sebelumnya 40,51 persen.
Adapun rincian total utang hingga akhir Agustus 2021 berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp5.792,39 triliun. Terdiri dari SBN Domestik Rp4.517,71 triliun dan SBN Valas Rp1.274,68 triliun.
SBN Domestik mengalami kenaikan sebesar Rp80,1 triliun sementara utang SBN dalam bentuk valas mengalami penurunan sebesar Rp15,42 triliun bila dibandingkan Juli 2021.
Sisanya berasal dari pinjaman yang mencapai Rp833,04 triliun. Terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp12,64 triliun dan pinjaman luar negeri yang sebesar Rp820,40 triliun.
Utang Luar Negeri Indonesia 36,6 Persen dari PDB
Sementara itu, Data terbaru Bank Indonesia (BI) terkait utang luar negeri (ULN) Indonesia adalah untuk posisi akhir Juli 2021. Hal itu diumumkan BI pada September 2021 lalu.
Data BI menyebutkan, ULN Indonesia pada Juli 2021 tercatat sebesar US$415,7 miliar atau tumbuh 1,7 persen secara tahunan (yoy).
BI menyebut pertumbuhan utang itu melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 2 persen. Perkembangan itu tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN pemerintah.
Pada bulan Juli 2021, ULN Pemerintah tercatat sebesar US$205,9 miliar tumbuh 3,5 persen secatat tahunan. Angka ini disebut tumbuh melambat dibanding Juni 2021 yang tumbuh 4,3 persen.
Sedangkan ULN Swasta Juli 2021 tercatat sebesar US$207,8 miliar tumbuh rendah sebesar 0,1 persen, setelah bulan sebelumnya mengalami kontraksi 0,2 persen secara tahunan.
BI menyatakan, Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. "ULN Indonesia pada Juli 2021 tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 36,6 persen menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 37,5 persen," tulis laporan BI.
BI juga mengklasifikasikan ULN Indonesia menjadi dua bagian. ULN sektor publik yaitu terdiri dari pemerintah dan bank sentral. Sedang ULN sektor swasta adalah dari dunia usaha termasuk BUMN.
Hingga berita ini ditulis, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo belum merespons pertanyaan VIVA terkait data mana yang kira-kira dilihat atau dipakai Profesor Singapura tersebut.