Penjelasan BNI Soal Kasus Dugaan Bilyet Deposito Palsu
VIVA – Bareskrim Polri menangkap pegawai PT Bank Negara Indonesia Tbk, Cabang Makassar, Sulawesi Selatan, berinisial MBS, karena diduga melakukan tindak pidana pemalsuan bilyet deposito nasabah. Penangkapan berdasarkan laporan dari BNI karena MBS diduga buat dana deposito miliaran rupiah milik nasabah raib.
Kuasa hukum BNI Ronny L D Janis mengungkapkan kejanggalan pada bilyet deposito beberapa nasabah yang terkait kasus tersebut. Sebab seluruh bilyet deposito yang diklaim itu hanya berupa cetakan hasil scan (print scanned) di kertas biasa.Bukan blanko deposito sah yang dikeluarkan oleh bank.
Dia menjelaskan, pihak kuasa hukum perlu mengklarifikasi kembali terkait dengan perkara dugaan pemalsuan bilyet deposito di BNI KC Makassar, yang sejak awal memang sengaja dilaporkan oleh Bank ke Bareskrim Polri pada 1 April 2021.
Menurutnya, pada awalnya terdapat beberapa pihak yang menunjukkan dan membawa bilyet deposito BNI KC Makassar dan pada akhirnya meminta pencairan. Yaitu, pada awal Februari 2021, nasabah RY dan AN membawa dan menunjukkan 2 bilyet deposito BNI tertanggal 29 Januari 2021 kepada Bank dengan total senilai Rp 50 Miliar.
Kemudian pada Maret 2021, berturut -turut datang pihak yang mengatasnamakan IMB membawa 3 buah bilyet deposito tertanggal 1 Maret 2021 atas nama PT AAU, PT NB, dan IMB dengan total senilai Rp40 miliar. Lalu HDK membawa 3 bilyet deposito atas nama HDK dan 1 (satu) bilyet deposito atas nama HPT dengan total senilai Rp20,1 Miliar.
"Yang disebutkan bilyet deposito tersebut diterima dari oknum pegawai Bank (Sdri. MBS)," ujar Janis di Jakarta, Selasa, 14 September 2021.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, berdasarkan hasil investigasi bank, ditemukan kejanggalan-kejanggalan yang kasat mata. Pertama, seluruh bilyet deposito hanya berupa cetakan hasil scan (print scanned).
Baca juga: PON 2021 Diharapkan Buka Akses Pembiayaan Bagi UMKM Papua
Kedua, Seluruh Bilyet Deposito yang ditunjukkan RY, AN, HDK dan HPT memiliki nomor seri bilyet deposito yang sama dan bahkan Bilyet Deposito atas nama PT AAU, PT NB dan IMB nomor serinya tidak tercetak jelas, huruf kabur, atau buram.
"Ketiga, seluruh Bilyet Deposito tersebut tidak masuk ke dalam sistem Bank dan tidak ditandatangani oleh pejabat Bank yang sah. Keempat, Tidak ditemukan adanya setoran nasabah untuk pembukaan rekening deposito tersebut," jelasnya.
Janis menekankan, secara tiba-tiba, pada akhir Februari 2021, RY dan AN menyatakan telah menerima pembayaran atas bilyet deposito tersebut secara langsung dari MBS sebesar Rp50 Miliar. Bukan dari bank serta tanpa melibatkan bank.
Demikian pula hal yang sama terjadi pada pengembalian dan penyelesaian klaim deposito kepada HDK sebesar sekitar Rp3,5 Miliar, yang juga dilakukan secara langsung oleh MBS.
"Hal-hal tersebut telah menunjukkan bahwa terkait penerbitan maupun transaksi-transaksi yang berkaitan dengan bilyet deposito tersebut, dilakukan tanpa sepengetahuan dan keterlibatan bank," ungkap Janis.
Pada akhirnya, BNI berinisiatif melaporkan peristiwa tersebut kepada Bareskrim Polri dengan dugaan Tindak Pidana Pemalsuan, Tindak Pidana Perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Langkah ini dilakukan guna mengungkap pelaku, pihak-pihak yang terlibat, dan para pihak yang memperoleh manfaat atau keuntungan.
"Ini juga dilakukan agar dapat terungkap dan dihukum, serta mencegah berulangnya percobaan pembobolan dana bank dengan modus pemalsuan bilyet deposito tersebut," tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum nasabah, Syamsul Kamar menegaskan, lasus tersebut harus diteliti dengan seksama. Mengingat bahwa kasus ini tidak berhenti pada pemalsuan bilyet deposito saja.
"Namun dikurasnya dana nasabah melalui rekening rekayasa/bodong dan terjadinya transaksi nominal besar tanpa sepengetahuan nasabah," tegasnya.
Sebab menurutnya, ada dana senilai Rp45 miliar telah tersimpan (existing) di tabungan nasabah atas Andi Idris Manggabarani selaku pemilik rekening.
Dia pun mengaku memiliki bukti form aplikasi pembukaan rekening yang belum ditandatangani oleh nasabah namun rekening baru tersebut telah terbentuk dan terdapat transaksi keuangan di dalamnya.
“Dalam pembuatan rekening baru (rekayasa/bodong), manajemen Bank BNI diduga telah melanggar SOP (Standar Operasional Prosedur) pembuatan rekening bank. Tindakan tersebut melibatkan beberapa pihak dan membutuhkan persetujuan berjenjang (manajemen) sehingga pelanggaran prosedur ini dilakukan terstruktur dan sistematis” terang Syamsul.
Karena itu, dia menegaskan, dalam kasus ini kuat dugaan manajemen tidak menerapkan prinsip know your customer (KYC). Dengan tidak memverifikasi data nasabah pada sistem Customer Information File (CIF) yang terdaftar dalam bank.
"Tidak dilakukannya dual control dan prinsip kehatia-hatian dalam segala bentuk tindakan pelayanan perbankan” ungkap Syamsul.
Syamsul menjelaskan, pada level supervisor, diduga tidak melakukan otorisasi yaitu verifikasi dan validasi oleh pihak yang berwenang. Bahwa aktivitas atau transaksi sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan bank.
“Sangat disayangkan jika pihak Bank BNI meragukan dana nasabah senilai Rp45 miliar di rekening tabungan dan mencoba mengaburkan pokok permasalahan dengan hanya melihat kasus ini sebagai pemalsuan deposito semata oleh oknum," ujarnya.
"Namun pelanggaran SOP dan prinsip kehati-hatian pada pembukaan 8 rekening rekayasa/bodong oleh manajemen Bank BNI Makassar serta terjadinya pemindahbukuan tanpa sepengetahuan nasabah (callback) dari rekening Andi Idris Manggabarani ke rekening rekayasa tersebut,” tambahnya.
Merespons hal tersebut, Janis mengingatkan, saat ini proses hukum masih berjalan. Sehingga diharapkan semua pihak dapat menghormati dan menunggu hasil proses hukum tersebut. Serta menahan diri untuk membuat pernyataan-pernyataan yang tidak benar, dan mempercayakan pengungkapan kasus ini kepada proses hukum yang sedang berjalan.
"Bank mengharapkan dan menyampaikan kepada seluruh nasabah bank agar tetap tenang dan kami menjamin bahwa dana nasabah bank tetap aman," ungkapnya.