Harga Batu Bara Meroket Indikator Ekonomi Global Pulih, Benarkah?
- ANTARA/MTohamaksun.
VIVA – Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmi Radi mengatakan, kenaikan harga batu bara melebihi US$100 per Metrik Ton (MT) sebagaimana yang terjadi saat ini, diakuinya memang agak di luar dugaan.
Dia pun memperkirakan bahwa kenaikan harga batu bara itu antara lain disebabkan oleh mulai beroperasinya perusahaan-perusahaan atau industri, yang menggunakan batu bara dan mulai beroperasi kembali setelah gelombang pandemi COVID-19.
"Saya kira secara global kenaikan harga batu bara ini bisa menjadi satu indikator pemulihan ekonomi di pasar global," kata Fahmi saat dihubungi VIVA, dikutip Sabtu 11 September 2021.
Baca juga:Â Jadi Menhan, Kekayaan Prabowo Subianto Naik Rp77 Miliar
Fahmi menambahkan, sampai saat ini diketahui bahwa banyak negara industri yang masih menggunakan batu bara sebagai bahan baku atau bahan penolong, dari sejumlah industri yang mereka miliki.
"Jadi itu bisa menjadi salah satu indikator pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19 juga," ujarnya.
Saat ditanya apakah kondisi ekonomi dan industri Indonesia sendiri juga sudah menunjukkan adanya sinyalemen pemulihan dan perbaikan semacam itu, Fahmi pun tidak membantah hal tersebut.
Namun, dia menilai bahwa ada indikator lain di Indonesia, yang dapat dijadikan penanda bagi pemulihan ekonomi nasional. Hal tersebut yakni adanya kenaikan konsumsi listrik, yang menurut Fahmi juga tercatat melonjak dengan cukup signifikan.
"Konsumsi listrik yang tinggi itu bisa menjadi salah satu indikator, dalam aspek pertumbuhan industri," kata Fahmi.
"Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa kenaikan listrik itu juga menunjukkan atau mengindikasikan, bahwa industri di Indonesia juga sudah mulai bangkit, dan ini akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi," ujarnya.