Bank Indonesia Diperkirakan Tahan Suku Bunga Acuan, Ini Alasannya

Logo Bank Indonesia.
Sumber :
  • VivaNews/ Nur Farida

VIVA – Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen pada hasil Rapat Dewan Gubernur yang akan diumumkan siang ini, Kamis, 19 Agustus 2021.

BI Optimistis Inflasi RI Terkendali Sesuai Target hingga Akhir 2024

Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, keputusan ini memang perlu dilakukan BI mengingat masih besarnya risiko pelemahan ekonomi pada kuartal III-2021 dan terus keluarnya aliran modal asing.

"Kami melihat BI perlu mempertahankan suku bunga kebijakannya di 3,5 persen dengan tetap menjaga stabilitas nilai tukar dan sektor keuangan," kata dia dikutip dari analisisnya, Kamis, 18 Agustus 2021.

BI Revisi ke Bawah Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2025, Ini Alasannya

Baca juga: Penampakan Perdana Jokowi Naik Pesawat Kepresidenan Merah Putih

Riefky menilai setelah pertumbuhan ekonomi mampu keluar dari resesi pada Kuartal II-2021 dengan pertumbuhan 7,07 persen, namun, Kuartal III-2021 kembali dilakukan pembatasan aktivitas masyarakat.

BI Proyeksikan Ekonomi Dunia Meredup hingga 2026, Bagaimana Indonesia?

Kondisi ini diperkirakan akan menghambat kembali pemulihan ekonomi. Tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juli 2021 yang kembali jatuh ke level 80,2 dari sebelumnya 107,4.

Bersamaan dengan IKK, gelombang varian delta COVID-19 juga menghantam sektor manufaktur pada Juli 2021, menyebabkan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia turun drastis menjadi 40,1 dibandingkan bulan sebelumnya di 53,5. 

Di sisi lain, Riefky melanjutkan, setelah mengalami aliran modal masuk akibat rilis data PDB Kuartal Ii 2021, terjadi sedikit aliran modal keluar dari US$7,81 juta menjadi US$7,62 juta pada pekan kedua Agustus 2021.

"Ada indikasi juga bahwa arus modal keluar akan terus berlanjut jika ketidakpastian dari sisi domestik masih tinggi, baik dari sisi implementasi kebijakan PPKM dan jumlah kasus COVID-19," paparnya.

Arus modal keluar yang berlangsung akhir-akhir ini juga dikatakannya telah meningkatkan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun dan 1 tahun menjadi 6,4 persen dan 3,9 persen dibandingkan 6,3 persen dan 3,0 persen pekan sebelumnya. 

"Demikian pula dampak dari arus balik portofolio yang membawa Rupiah kembali terdepresiasi terhadap dolar AS pada tingkat Rp14.380. Dibandingkan mata uang negara lain, Rupiah depresiasi 2,29 persen (ytd) terhadap dolar AS," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya