Dorong Pemulihan Ekonomi, Komoditas Sawit Dihantui Kampanye Hitam
- ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
VIVA – Anggota DPR dan akademisi meminta Pemerintah bersikap tegas terhadap kampanye hitam yang ditujukan kepada industri sawit. Apalagi industri tersebut telah membuktikan ketangguhannya selama pandemi COVID-19 yang telah berlangsung 1,5 tahun terakhir.
Pengamat Kehutanan IPB Soedarsono Sudomo, menjelaskan, kala pandemi saat ini seharusnya semua pihak termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGO, mendorong berbagai komoditas yang berkembang dan bisa jadi pendorong pemulihan ekonomi nasional. Bukan malah melakukan kampanye hitam, khususnya terhadap komoditas kelapa sawit.
Apalagi, tidak menutup kemungkinan ada NGO bermain dua kaki karena kaki kanan dipakai untuk advokasi. Sementara, kaki lainnya dipakai untuk menjadi konsultan bagi perusahaan yang ditekan.
“LSM harus dipaksa untuk transparan dalam penggunaaan dana dan afiliasi mereka di dunia internasional. LSM asing di Indonesia cenderung melanggar aturan hukum di Indonesia. Karena itu, tepat jika pemerintah bersikap tegas dan tanpa kompromi,” ujar Sudarsono dikutip dari keterangannya, Selasa, 10 Agustus 2021.
Pada awal Juli 2021, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menghentikan proyek karbon yang dideklarasikan oleh salah satu LSM internasional di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah dan Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. Hal itu karena dinilai tidak sesuai prosedur dan terindikasi pelanggaran terhadap aturan.
Sudarsono juga mencontohkan di Papua, LSM menuduh perusahaan melakukan deforestasi. Padahal untuk memajukan masyarakat Papua dibutuhkan pembangunan dan menggerakkan perekonomian setempat.
Baca juga: Nasabah Pegadaian Melonjak Selama COVID-19 jadi 3 Juta Orang
“Pemerintah harus dan tegas mengawasi LSM asing yang membuat kampanye di Papua. Saya khawatir ada LSM asing yang menjadi bagian untuk memisahkan Papua dari Indonesia. Ini harus diwaspadai,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR Effendi Sianipar menilai, keputusan Komisi Informasi Pusat RI yang meminta transparansi sumber pendanaan Greenpeace sangatlah tepat. Selain itu, keputusan itu pun dapat dijadikan momentum untuk diterapkan kepada NGO lainnya.
“Bagi yang menolak (transparansi), Pemerintah bisa melarang LSM tadi untuk beroperasi di Indonesia. Selama ini, mereka selalu menuntut transparansi dalam kampanyenya. Seharusnya (NGO) berikan contoh dulu,” tambahnya.
Dia menegaskan, masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai sumber dan penggunaan dana LSM, apalagi jika dana tadi diperoleh dari pihak asing. Tak menutup kemungkinan, dana dari pihak asing ditujukan untuk mengganggu kepentingan ekonomi nasional. Karena itu, LSM harus terbuka dan transparan.
“Kampanye LSM selalu mengatasnamakan masyarakat dan lingkungan. Pertanyaannya, LSM mewakili masyarakat mana dan bekerja untuk siapa. Kita khawatir LSM bekerja untuk pihak donor. Bukannya untuk kepentingan nasional,” tegas Effendi yang juga politisi PDI-P ini.
Sedangkan, Anggota Badan Legislasi DPR RI Firman Subagyo menegaskan, intervensi LSM tidak boleh dibiarkan karena mengganggu kepentingan ekonomi nasional. Apalagi di tengah pandemi seperti sekarang, komoditas seperti kelapa sawit memberikan kontribusi besar bagi devisa dan perekonomian.
Akan tetapi, NGO kerap kali membuat kampanye hitam terhadap kelapa sawit dengan berbagai isu mulai dari kesehatan, ketenagakerjaan, dan sosial.
“Pemerintah tidak boleh membiarkan kampanye hitam LSM terhadap sawit dan produk kehutanan. Intervensi mereka sudah terlampau jauh dan mencampuri kepentingan Indonesia,” tegas Firman yang juga politisi Partai Golkar ini.