Sri Mulyani: Perubahan Iklim Sama Berbahaya dengan COVID-19
- Pixabay
VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku, tengah mempersiapkan mekanisme pengenaan tarif karbon di Indonesia atau dikenal dengan istilah carbon pricing. Tujuannya untuk mendukung penanganan perubahan iklim.
Sri menegaskan, ini disebabkan ancaman perubahan iklim akan memiliki dampak kebencanaan yang setara dengan Pandemi COVID-19. Selain memberikan tekanan pada sektor kesehatan, dikatakannya juga akan memberi dampak sosial dan ekonomi.
"Karena climate change adalah global disaster yang magnitude-nya diperkirakan sama dengan Pandemi COVID," kata Sri dalam diskusi virtual, Selasa, 27 Juli 2021.
Untuk itu, dia menekankan pentingnya penetapan carbon pricing ke depannya di Indonesia. Salah satu caranya, Sri mengungkapkan, harus dibentuk mekanisme pasar karbon untuk pembentukan tarif yang sesuai.
"Mengenai carbon pricing kami sekarang sedang menyiapkan mekanisme carbon pricing karena bagaimana pun juga penurunan emisi karbon itu berarti akan ada yang supply dalam bentu carbon emission dan juga ada yang meminta demandnya," papar dia.
Mengenai mekanisme pasar dan tarif karbon ini dikatakan Sri juga masuk dalam agenda pembahasan di tingkat global. Oleh sebab itu, dia memastikan Pemerintah Indonesia tidak akan pasif dalam pembentukan tarif karbon ini.
Dengan demikian, apabila rezim global berubah terkait pasar karbon ini, Sri berharap, banyak perusahaan di Indonesia yang bisa lebih dulu mengambil manfaat yang sangat besar dari perdagangan karbon global dan carbon pricing yang terjadi.
"Indonesia sekali lagi tidak dalam posisi defensive, kita justru aktif untuk membangun mekanisme dalam negeri dan menyiapkan seluruh pihak termasuk corporate di Indonesia," tegas Sri.
Baca juga:Â Investasi Belanda Geser Jepang di Indonesia, Menteri Bahlil Bahagia
Makanya, Pemerintah kata Sri akan membutuhkan banyak sekali pembangunan. Supaya bisa menciptakan sebuah pasar karbon yang kredibel dan reliable, apakah itu dalam bentuk pelaporan, verifikasi dan perhitungan karbon.
"Akan menjadi penting untuk bisa mengukur penurunan emisi gas dan kita bisa buat apa yang disebut skenario bussines as usual versus keinginan yang lebih ambisius dan ini kemudian di terjemahkan dalam bentuk berapa carbon emission yang bisa kita absorb dan bagaimana itu di kompensasi," ucap dia.