Sri Mulyani Tegaskan Tak Akan Pungut Pajak Sembako Rakyat, Ada Tapinya

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, Pemerintah tidak akan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas komoditas sembilan bahan pokok atau sembako rakyat.

Penjelasan Ditjen Pajak soal Tax Amnesty Jilid III

Seperti, yang heboh ke publik tercantum dalam draf Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Kelima UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Namun ada tapinya.

"Kami tidak memungut PPN sembako itu. kami tidak memungut
dan apakah dalam RUU KUP nanti akan akan ada?," kata dia di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Senin, 14 Juni 2021.

Ketahui Aturannya! Kegiatan Usaha Makanan hingga Hiburan Insidental Kini Kena Pajak

Sri Mulyani menegaskan, untuk komoditas-komoditas tertentu yang menjadi komponen sembako itu sendiri akan tetap dipajaki. Tapi, tergantung jenis komoditas tersebut, contohnya ada beras premium yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat golongan menengah atas atau orang kaya.

Baca juga: Heboh Pesan Hindari Jateng karena COVID-19 India, Ganjar: Jangan Panik

PPN 12% Membebani? Ini Alasan Mengapa Frugal Living Bisa Guncang Ekonomi RI

"Namun, kalau ngomongin sembako itu ada beras Rp10 ribu per kilogram, produksi petani kita, Rojolele, Pandan Wangi, Cianjur versus beras sekarang Shirataki, atau Basmati," tutur Sri.

Menurut dia, per komponen barang-barang sembako seperti beras ini perlu dipajaki karena selama ini mekanisme sistem PPN menyamaratakan antara sembako yang dikonsumsi orang kaya dengan sembakonya orang miskin.

Padahal, Sri menegaskan, barang-barang sembako yang dikonsumsi masyarakat kelas menegah atau orang kaya tersebut seharusnya bisa dipajaki demi menjunjung tinggi rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Sebab ini penting untuk meningkatakan kualitas pelayanan.

"Jadi kami akan melihat justru pajak itu mencoba untuk address isu keadilan karena diversifikasi masyarakat sudah begitu sangat beragam. Jadi memang kami akan coba bahas tentu seizin pimpinan," tegas dia.

Selain memberikan contoh terkait banyaknya jenis dan tingkatan harga beras, Sri mengatakan, terdapat kesenjanjangan juga untuk komoditas daging. Di satu sisi ada daging wagyu yang harganya selangit sedangkan di sisi lain ada daging sapi atau kerbau biasa yang sama-sama dianggap sembako.

"Sama-sama daging sapi pak, tapi ada sapi wagyu yang kobe yang per kilonya bisa Rp3 juta atau Rp5 juta ada yang daging biasa dikonsumsi masyarakat sekilonya sekarang mungkin Rp90 ribu per kilo, jadi kan bumi langit," ucapnya.

Oleh sebab itu, Sri mengatakakan, RUU KUP terlebih dahulu mengeluarkan pajak sembako dari barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Sebab, jika sudah dikeluarkan maka Pemerintah bisa mengenakan multitarif terhadap komoditas di dalamnya atau juga bisa menetapkan pajak ditanggung pemerintah (DTP).

"Kalau dia menjadi objek memang dia berarti bisa dipajakin tapi kan bisa dipajakin itu dibebaskan pajaknya, DTP, bisa tarif nol, kan kayak gitu versus yan tarifnya lebih tinggi makanya itu yang kami smpaikan dalam PPN bisa multi tarif," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya