Kementerian BUMN Bongkar Biang Kerok Pemborosan Garuda Indonesia
- Fikri Halim/VIVAnews.
VIVA – Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menegaskan, saat ini maskapai penerbangan Garuda Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain langkah restrukturisasi guna menyelamatkan bisnis perusahaan pelat merah tersebut.
Arya bahkan menegaskan bahwa publik pun sudah tahu bahwa salah satu penyebab kondisi Garuda Indonesia seperti saat ini, adalah karena adanya ketidakefisienan dan pemborosan dalam hal penyewaan pesawat yang ugal-ugalan pada masa lalu.
"Dan dirutnya sudah ditangkap KPK," kata Arya dalam telekonferensi, Kamis 10 Juni 2021.
Arya mengaku heran membayangkan bahwa sebelumnya Garuda Indonesia melakukan perjanjian penyewaan pesawat. Di dalam klausul kontraknya mengatakan apabila pesawat tersebut dibatalkan kontraknya oleh Garuda secara sepihak maka Garuda wajib membayar penuh sampai habis.
"Jadi penaltinya sampai habis baik itu dihentikan (kontraknya) atau tidak dihentikan (Garuda) harus membayar sampai full. Sampai seperti itu kondisi kontraknya," ujarnya.
Hal itu ditambah lagi dengan harga kontraknya yang terbilang sangat mahal. Arya bahkan mengakui bahwa kontrak penyewaan pesawat Garuda Indonesia adalah kontrak yang paling mahal di antara Airlines di dunia. "Sampai di atas 60 persen," kata Arya.
Di sisi lain ketidakefisienan lain di Garuda Indonesia adalah begitu beragamnya jenis pesawat yang disewa, khususnya dari jenis Boeing dan Airbus. Bahkan, totalnya ada empat jenis brand pesawat yang juga disewa Garuda Indonesia yakni Airbus, Boeing, Bombardier, dan ATR sehingga biaya yang ditimbulkannya pun sangat besar.
"Dengan empat brand itu saja sudah membuat biaya untuk maintenance mahalnya bukan main. Belum lagi kepada pilot-pilot dan sebagainya, yang dengan berbagai jenis pesawat dan brand akan membuat keahlian pilot makin berbeda-beda. Ini juga membuat mahal," ujar Arya.
Arya pun mencontohkan Garuda untuk meniru maskapai penerbangan lain dalam hal efisiensi penyewaan jenis atau tipe pesawat, yang umumnya hanya menggunakan satu pihak atau jenis pesawat saja dalam hal pengadaan armadanya.
"Coba lihat sebelah lah, contohnya AirAsia saja. Mereka rata-rata (menggunakan jenis pesawat) Airbus saja. Atau misalnya Lion Air yang menggunakan (jenis pesawat) Boeing saja. Jadi inilah yang membuat banyaknya hal yang tidak efisien di Garuda," ujarnya.