Serikat Pekerja Ungkap Dampak Buruk Revisi PP Tembakau ke Buruh

Ilustrasi pekerja pabrik rokok.
Sumber :
  • Dokumentasi Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

VIVA – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) mengungkapkan adanya aliran dana yang mendorong isu revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Revisi aturan itu akan berdampak besar ke sektor ketenagakerjaan dan memicu pengagguran.

Ekonom Indef Sebut Kebijakan Rokok Polos Ancam Ekonomi Indonesia Rp308 Triliun

Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto mengatakan, menduga adanya keterlibatan lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing dalam upaya revisi PP tentang pengamanan produk tembakau itu.

"Ya saya rasa kita sama sama tahu, ada dana tergulirkan untuk membiayai kampanye antirokok,” kata Sudarto dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 9 Juni 2021.

Transparan, Bea Cukai Malili Musnahkan Rokok dan MMEA Ilegal Bernilai Rp1,2 Miliar

Padahal, Sudarto menekankan, kegiatan anti rokok atau anti tembakau yang berusaha merevisi PP 109/2012 justru sangat mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau dalam negeri. Termasuk para pekerjanya.

Baca juga: Jemaah Batal Berangkat, Bisnis Provider Layanan Haji RI Tetap Jalan

Pengusaha hingga Pedagang Nilai Kebijakan yang Rugikan Industri Rokok Harus Dikaji Ulang

“Situasi pandemi saja sudah sangat menyulitkan anggota kami, merevisi PP 109/2012 akan berdampak langsung pada berhentinya usaha dan hilangnya pekerjaan para pekerja,” ungkap Sudarto. 

Atas dasar kondisi yang memperhatikan ini terhadap industri hasil tembakau (IHT) dalam negeri ini, Sudarto mengatakan, serikat pekerja di dalamnya meminta pemerintah untuk tidak merevisi aturan tersebut.

“Ingat ada buruh-buruh rokok kecil yang jumlahnya besar. Beri kesempatan kami bekerja dan mendapatkan penghasilan sebagaimana rakyat lainnya di negara yang berdaulat ini,” ujarnya.

Apabila rencana revisi PP 109/2012 ini terus dilanjutkan, para pekerja di IHT dipastikannya tidak mendapatkan jaminan kepastian dan perlindungan untuk bekerja dan mempertahankan sumber pendapatannya. 

Padahal, dia menekankan, IHT ini memiliki rantai industri yang cukup banyak dan melibatkan tenaga kerja yang sangat besar, mulai dari petani tembakau, buruh industri hingga pengecernya.

“Industri rokok sudah sangat lama, sudah beratus tahun menjadi bagian sawah ladang pekerja dan sampai detik ini industri rokok itu juga legal. Keterlibatan tenaga kerja, petani yang cukup besar, hendaknya menjadi perhatian,” katanya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya