Dahlan Iskan Ungkap Beda Garuda Indonesia dan Thai Airways

Pesawat Garuda Indonesia di HUT ke-72.
Sumber :
  • Dok. Garuda Indonesia

VIVA – Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan beda antara Garuda Indonesia dan Thai Airways, maskapai asal Thailand. Pada dasarnya, kedua maskapai ini sama-sama megap-megap dalam kondisi bisnisnya. 

Dukung Ketahanan Pangan, PT Berdikari Jamin Stabilitas Harga dan Stok Pangan Ternak Bagi Masyarakat

Dahlan mengungkapkan, Thai Airways yang berkode penerbangan TG itu kini juga memiliki utang jumbo. Bahkan lebih besar dari Garuda Indonesia. Utang Thai Airways disebut mencapai sekitar Rp100 triliun dibanding Garuda Indonesia yang kini telah mencapai Rp70 triliun.

Meski kedua maskapai sama-sama punya utang besar, Dahlan mengungkapkan ada perbedaan sikap yang diambil. Thai Airways disebut sudah membawa masalahnya ke sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Thailand. Putusan PKPU Thai Airways akan ditetapkan pada 15 Juni mendatang.

Cara BKI Bangun Kesinambungan Bisnis dengan Mitra Kerja hingga Pelanggan

"Garuda masih melayang-layang dengan benang putusnya. Thai Airways tinggal tunggu 10 hari lagi," ujar Dahlan dikutip dari Disway.id, Senin 7 Juni 2021.

Perbedaan lainnya, lanjut dia, Pemerintah Thailand juga sudah mengambil keputusan final untuk tidak menginjeksi lagi Thai Airways. Tiga tahun lalu, pemerintah Thailand pun sudah memutuskan tidak mau lagi menjadi pemegang saham mayoritas. Divestasi saham pemerintah dilakukan dengan porsi yang diturunkan dari 51 persen ke 47,8 persen. 

Setoran Dividen BUMN Sudah Capai Target 100 Persen, Ini 10 Perusahaan Penyumbang Terbesar

"Dengan divestasi itu pemerintah mengeluarkan Thai Airways dari daftar BUMN-nya. Divestasi itu dilakukan dengan cepat. Saat itu status TG sudah seperti GA (garuda Indonesia) sudah melantai di pasar modal. Tidak sulit mendivestasi saham di pasar modal," kata Dahlan. 

Berbagai upaya menyelamatkan TG disebut sudah dilakukan. Jalur-jalur penerbangan yang rugi pun sudah dihapus. Gaji dipotong dan jumlah karyawan dikurangi. 

Sejak dulu, lanjut Dahlan, TG memang kerap merugi. Maskapai itu tercatat pernah membukukan keuntungan satu kali, yaitu di tahun 2012. "Rupanya mereka kurang pandai membuat buku keuangan agar bisa seolah-olah masih berlaba. Kian tahun kerugian itu kian besar. Yang terbesar tahun lalu rugi sekitar Rp7 triliun," ungkapnya. 

Pemerintah Thailand, sambung Dahlan, tidak terpancing oleh besarnya misi TG untuk mendorong turisme di Thailand. Tetap saja pemerintah di sana tidak mau menyelamatkan TG melalui suntikan dana. 

"Direksi GA sebaiknya juga jangan memimpikan keindahan uang pemerintah. Biar pun masih mayoritas, tetap saja pemerintah hanya mayoritas tipis di Garuda. Jadi kapan soal GA diputuskan: harus lewat jalan yang mana?," tutur Dahlan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya