Tips Bijak Mengelola THR saat Pandemi
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Tunjangan Hari Raya (THR) pada masa pademi COVID-19 merupakan salah satu daya pemulihan ekonomi nasional. Namun bagi penerima THR, tentu perlu mengelolanya dengan bijak dan cerdas.
Menurut Perencana Keuangan, Mike Rini Sutikno, THR bukan untuk dihabiskan pada saat Hari Raya. THR dapat dipergunakan untuk biaya pengeluaran setelah hari raya usai.
Dia mengatakan, agar THR tidak cepat habis, perlu bijak mengelola THR yang didapatkan pada hari raya dengan pembagian pos yang tepat. Pola pikir mengenai THR, dinilainya perlu diubah. Sebab, THR bukan rezeki yang datang untuk dihabiskan semua pada saat Hari Raya.
Dia menjabarkan, THR perlu dikelola dengan bijak dengan dibagi ke beberapa pos pengeluaran. Pos pengeluaran THR yang pertama adalah untuk prioritas. Prioritas ini bukan kebutuhan sehari-hari seperti pengeluaran listrik. Prioritas yang dimaksud Mike adalah, untuk menabung dana darurat, pelunasan utang, serta investasi untuk masa depan.
“Dana darurat sangat penting karena masa pandemi ini situasi yang tidak pasti. Proporsi untuk pos prioritas ini adalah 10-30 persen dari THR yang didapat,” ucapnya pada acara Webinar dengan tema “Cerdas Kelola Tunjangan Hari Raya” yang diselengarakan oleh Kominfo dan Komite Penanganan Covid-19 Dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu 21 April 2021.
Mike menjabarkan lebih lanjut, pos pengeluaran THR selanjutnya adalah zakat, infak, dan sedekah dengan proporsi 10 persen dari THR. Pengeluaran untuk sajian khas hari raya sebesar 5-15 persen dari THR.
Pengeluaran untuk busana dan perlengkapan ibadah dialokasikan sebesar 5–15 persen dari THR yang di dapat. “Saat hari raya, tidak perlu semua yang kita pakai mesti baru, upayakan belanja berdasarkan kebutuhan bukan atas dasar keinginan,” terangnya.
Dia menambahkan dana THR dapat digunakan untuk keperluan lainnya seperti liburan, halal bihalal, renovasi rumah. “Keperluan seperti ini dialokasikan hanya sekitar 10 persen-15 persen,” tutupnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengupahan Ditjen PHI JSK Kemnaker Dinar Titus Jogaswitani mengatakan di tengah pandemi COVID-19, THR wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang hari raya, baik perusahaan lama maupun baru.
“THR sekurang-kurangnya dibayarkan tujuh hari sebelum hari raya,” ujarnya.
Dinar menjelaskan, pada pandemi COVID-19 ini bagi perusahaan yang terkena dampak pandemi dan tidak mampu membayar THR sesuai dengan waktu yang ditentukan, perusahaan tersebut tetap wajib membayar THR.
Ketentuan bagi perusahaan yang tidak mampu bayar THR tepat waktu, maka perlu adanya dialog antara pengusaha dan pekerja untuk kesepakatan tertulis. Kesepakatan tertulis dalam bentuk perjanjian antara pekerja dengan pengusaha.
“Perjanjian tertulis yang berisi kesepakatan harus dilaporkan perusahaan kepada Dinas Tenaga Kerja paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan,” ujarnya.
“THR dapat memulihkan ekonomi nasional dari dampak pandemi COVID-19," tuturnya.
Ia menambahkan, perusahaan atau pengusaha yang terlambat membayar THR dikenakan denda 5 persen dari jumlah THR yang dibayarkan kepada para pekerjanya. Denda tersebut dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan pekerja.
“Sedangkan Perusahaan yang tidak membayar THR maka ada sanksi yang akan diberlakukan, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara bagi sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha,” tutupnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Komunikasi Korporat, Danone Indonesia Arif Mujahidin mengatakan THR merupakan salah satu bentuk dukungan kepada karyawan. “Ketika karyawan bahagia, maka produktivitas pun ikut meningkat,” ucapnya.