Harga Telur Ayam Turun Tajam, Ini Faktor Pemicunya
- ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
VIVA – Harga telur ayam terus mengalami penurunan saat ini. Di tingkat konsumen, penurunan harganya sekalipun belum termasuk jatuh. Namun demikian di tingkat peternak, harga telur sudah jauh di bawah harga acuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional per 28 Januari 2021, rata-rata harga jual telur di tingkat konsumen sebesar Rp25.850 per kilogram secara nasional. Harga itu turun 3,9 persen dari harga sebelumnya yakni Rp26.900.
Sementara itu di tingkat peternak, secara nasional harga telur ayam berada di kisaran Rp16.000 sampai dengan Rp17.000 per kilogramnya. Jauh di bawah harga rata-rata tahun lalu yang berada di kisaran Rp19.000-21.000.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani memang diterakan antara Rp19.000-21.000 dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Rp24.000
Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional, Ki Musbar Mesdi mengatakan, terus turunnya harga tersebut disebabkan oleh rendahnya tingkat serapan telur di tengah-tengah masyarakat. Pemicunya tak lain adalah pandemi COVID-19.
"Serapan dari masyarakat kurang karena DKI Jakarta dan Bandung Raya zona merah gara-gara COVID," kata dia kepada VIVA hari ini.
Musbar menjelaskan, penurunan harga itu dipicu oleh tingkat konsumsi masyarakat, khusus pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Jakarta dan Bandung. Sebab, porsi serapan masyarakat di dua wilayah itu terhadap telur nasional mencapai 60 persen.
"Aktivitas ekonomi berbasis UMKM menurun tajam gara-gara COVID-19 ini. Kedua area tersebut menyerap 60 persen telur produksi nasional," kata dia.
Dia pun menekankan, rendahnya harga telur tersebut bukan disebabkan adanya berlebihnya produksi atau pasokan telur di tingkat peternak. Ditegaskannya, produksi telur nasional masih berada di kisaran 12.800 ton.
Di sisi lain dia melanjutkan, biaya produksi telur saat ini juga mengalami kenaikan. Meskipun tidak menyebutkan besaran harganya, tapi dikatakannya akibat naiknya harga impor bungkil kedelai dan tepung daging tulang asalan sapi atau Meat Bone Meal.
"Saat ini produksi nasional 12.800 ton. Kondisi ini bukan bukan terjadi karena over supply ya, akan tetapi serapan turun karena daya beli masyarakat turun," tutur Musbar.