Defisit APBN RI 2020 untuk COVID-19 Lebih Kecil dari Banyak Negara

Gedung Kementerian Keuangan RI
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 tercatat jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain di tengah masa-masa tekanan ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19.

Demokrasi dalam Arus Globalisasi: Negara Modern hingga Pemerintahan Kosmopolitan

Kementerian Keuangan mencatat defisit APBN pada tahun itu hanya mencapai Rp956,3 triliun atau 6,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit itu pun lebih kecil dari target pemerintah sebesar 6,34 persen.

Adapun negara-negara di kawasan ASEAN maupun G20, defisitnya jauh lebih dalam, seperti Malaysia 6,5 persen PDB, Filipina 8,1 persen, India 13,1 persen, Jerman 8,2 persen, Prancis 10,8 persen, dan Amerika Serikat 18,7 persen.

Debat Ketiga Pilgub Jateng, Andika Perkasa Targetkan Pertumbunan Ekonomi 6,5 Persen

Padahal, sebagaimana diketahui, pembesaran defisit di negara-negara lain itu terjadi karena anggaran mereka difokuskan untuk menggelontorkan stimulus bagi perekonomiannya supaya terjaga dari dampak COVID-19.

Baca jugaPesawat Kini Bisa Lagi Terisi Penuh

Sesi Ketiga KTT G20, Presiden Prabowo Bicara soal Kemiskinan hingga Kelaparan

Meski begitu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menekankan, besaran defisit tersebut telah bekerja secara optimal sebagai instrumen kebijakan untuk menghadapi COVID-19.

“Meskipun relatif kecil dibandingkan negara-negara lain, APBN Indonesia telah bekerja secara optimal sebagai instrumen kebijakan countercyclical di masa pandemi,” kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 12 Januari 2021.

Realokasi dan refocusing serta akselerasi belanja yang dilakukan, katanya, telah diarahkan untuk mengatasi tiga fokus utama, yaitu mengatasi gangguan kesehatan, melindungi konsumsi dasar masyarakat miskin dan rentan serta mendukung kegiatan usaha terutama UMKM.

Sebab, mengutip data Badan Pusat Statistik, Febrio mengatakan, tingkat pengangguran terbuka Agustus 2020 telah sebesar 7,07 persen, naik signifikan dibandingkan Agustus 2019 yang mencapai 5,28 persen atau Februari 4,99 persen sebagai dampak kontraksi PDB akibat pandemi COVID-19.

Eskalasi belanja yang cukup besar digunakan untuk menahan dampak negatif tersebut. Belanja bansos, kata dia, telah difokuskan untuk menjaga daya beli masyarakat dengan membantu konsumsi masyarakat miskin dan rentan.

Sementara itu, dukungan UMKM dilakukan dalam bentuk subsidi bunga UMKM, penjaminan kredit UMKM, dan Banpres pelaku usaha mikro. Berbagai program tersebut, menurutnya, sangat penting untuk menjadi bantalan bagi UMKM untuk tetap bertahan.

“Tingginya realisasi belanja bantuan sosial di tahun 2020 (tumbuh 82,3 persen dari 2019) adalah bukti bahwa APBN ditujukan untuk melindungi konsumsi masyarakat miskin dan rentan di masa pandemi," ungkap Febrio.

Sebagai informasi, APBN 2020 mencatat, pendapatan negara terkumpul Rp1.633,6 triliun, turun 16,7 persen dibanding 2019. Sedangkan belanja negara 2020 berada pada angka Rp2.589,9 triliun atau naik 12,2 persen dibanding catatan 2019.

Bila dibandingkan dengan APBN 2020 yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020, realisasi pendapatan negara dan belanja negara tak mencapai target, sebab pendapatan negara hanya terealisasi 96,1 persen dan belanja hanya 94,6 persen. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya