Bonus Demografi RI Bisa Picu Pengangguran, Ini Cara Antisipasinya

Ilustrasi suasana gedung perkantoran di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Indonesia diuntungkan dengan adanya bonus demografi beberapa tahun ke depan. Pada 2030 diperkirakan hampir 70 persen penduduk Indonesia akan berada di usia produktif, yaitu usia antara 15 hingga 64 tahun. 

Kabar Baik, Permintaan Tenaga Kerja Terampil Indonesia di Pasar Global Meningkat Tajam

Pada saat ini adalah titik yang tepat untuk mulai bersama-sama memaksimalkan bonus demografi agar bisa memberikan manfaat bagi bangsa. Jika tidak, hal yang paling ditakutkan bisa terjadi, yaitu angka pengangguran yang tinggi.

“Kita tidak akan pernah berpikir bahwa bonus demografi akan menimbulkan angka pengangguran yang tinggi. Tantangan untuk itu tidak kecil," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Business Links (IBL) Yayan Cahyana dalam webinar bertajuk ‘Kemitraan dalam Meningkatkan Peluang Ekonomi Kaum Muda’, dikutip Jumat 18 Desember 2020.

PPN Naik Jadi 12 Persen, Pemerintah Pastikan Kasih Perlindungan Penuh Jaga Daya Beli Pekerja

Karena itu, menurutnya, guna mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan strategi dan koordinasi di antara para pemangku kepentingan dalam satu kolaborasi. 

"Sehingga tantangan ini dapat dijawab bersama sama menjadi lebih mudah,” tambahnya.

Tiga Tersangka Bentrokan Maut di Tanah Abang Ditangkap, 2 Masih Buron

Sementara itu, Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia Puni A Anjungsari mengungkapkan, aspek inklusif dan keberagaman juga mempunyai peran yang penting dalam pengembangan potensi generasi muda ke depannya. 

Menurut Puni, kaum muda menjadi salah satu kelompok yang terdampak akibat pandemi COVID-19. Peluang untuk bekerja semakin sempit dan juga kesempatan berwirausaha menjadi terbatas. 

"Karena itu, perlu ada kemitraan yang inklusif untuk mendorong kelompok muda bisa berwirausaha di masa pandemi dan juga usai pandemi," ungkapnya.

Direktur Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangungan Nasional, Mahatmi Parwitasari Saronto mengatakan, COVID-19 berdampak besar pada kondisi angkatan kerja pada 2020. Dalam visi Indonesia 2045, pemerintah menargetkan 90 persen angkatan kerja berpendidikan menengah ke atas.

“Untuk mendorong produktivitas, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan diharapkan mencapai 65 persen. Sama seperti Vietnam sekarang,” ucap Mahatmi.

Menyadari kondisi dan tantangan target tersebut, strategi yang akan ditempuh pemerintah terdiri atas tiga poin. Yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi yang menciptakan lapangan kerja. 

Kemudian, meningkatkan keahlian tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Lalu mendorong fleksibilitas dan mobilitas tenaga kerja untuk keluar masuk pasar kerja tanpa terdampak besar pada kesejahteraan.

"Untuk melakukan itu semua, maka harus ada kerja sama antar berbagai pihak," ujarnya. 

Menurut Mahatmi, industri harus menjadi pihak terdepan dalam pengembangan keahlian tenaga kerja. Intinya adalah bagaimana membuat tiap angkatan kerja dapat menyesuaikan keahliannya dengan industri. Sehingga, tidak tertinggal dalam perubahan lapangan kerja.

“Kita tidak bisa berbicara mengenai angkatan kerja yang lain, jika angkatan kerja yang ada tidak sehat dan tidak memiliki kemampuan hard skill dan soft skill yang mumpuni," tuturnya. 

"Untuk mengatasi pengangguran usia muda, strategi di atas bisa didekati dengan dua jalur. Kita bekali kaum muda dengan keterampilan bekerja dan keterampilan untuk berwirausaha,” tambahnya.

Kemitraan yang inklusif untuk meningkatkan ekonomi kaum muda harus didukung oleh lingkungan. Kajian yang dilakukan oleh IBL bekerja sama dengan Puskamuda Universitas Indonesia ini menghasilkan empat rekomendasi agar hal tersebut bisa tercapai yaitu dari sisi kebijakan dan regulasi.

Direktur Puskamuda UI Rissalwan Lubis mengatakan, rekomendasi pertama yaitu adanya grand design dan peta jalan peran dan tanggung jawab para pemangku kepentingan pemberdayaan ekonomi pemuda. baik di tingkat pusat maupun daerah.

Rekomendasi kedua, harus ada pelembagaan atau kelompok aksi di daerah agar kemitraan berjalan. Rekomendasi berikutnya adalah penguatan peran pendampingan pemuda yang memiliki potensi (asset) dan kemampuan sebagai agen perubahan (agency). 

Sedangkan rekomendasi keempat dari aspek gender, equality, and social inclusion. Yaitu, memegang teguh prinsip No One Left Behind, dengan cara mengedepankan kepentingan kelompok yang mengalami eksklusi sosial atau termarjinalkan dari sistem sosial-ekonomi.

“Para pemangku kepentingan di pusat dan daerah serta pengusaha punya kontribusi besar untuk mendorong ekonomi pemuda. Caranya dengan meningkatkan soft skill serta literasi keuangan kaum muda. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemberdayaan kaum muda,” kata Rissalwan. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya