RPP UU Cipta Kerja, Izin Usaha Jadi Berdasarkan Risiko dan Lingkungan

Montty Girianna.
Sumber :
  • Dokumentasi Kemenko Ekonomi.

VIVA –  Pemerintah membentuk tim independen guna menyampaikan ke publik dan menyerap aspirasi terkait Rancangan Peraturan Presiden (RPP), dan Rancangan Peraturan Presiden (RPepres) UU Cipta Kerja yang sedang disusun. Hal itu guna memastikan seluruh kepentingan masyarakat terakomodasi.

Menteri Lingkungan Perintahkan Pemulihan Tanah Terkontaminasi Minyak Chevron di Siak Dipercepat

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Riset, dan Inovasi Kemenko Perekonomian, Montty Girianna mengungkapkan serap aspirasi yang dilakukan pihaknya menyasar di 14 kota di Indonesia. Salah satunya Pontianak, Kalimantan Barat.

Kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja di Kota Khatulistiwa siang ini menyasar sektor perizinan berusaha berbasis risiko dan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Menurutnya, ada paradigma baru yang diterapkan dalam RPP UU Cipta Kerja terkait perizinan di sektor itu.

Peran Penting Mangrove dalam Menjaga Keseimbangan Ekosistem Pesisir

Baca juga: Daftar Proyek Infrastruktur Prioritas 2021 yang Buka Lapangan Kerja

“Sektor Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pada UU Cipta Kerja memperkenalkan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha. Yakni mengubah pendekatan aturan berbasis izin atau license based, menjadi aturan berbasis risiko atau Risk Based Approach (RBA),” ujar Montty di Pontianak, dikutip dari keterangannya, Minggu 6 Desember 2020.

Sidak TPA Muara Fajar, Menteri LH Tegaskan Pemda Harus Gercep Tangani Masalah Sampah

Dia menjelaskan, perizinan berusaha hanya diterapkan kepada kegiatan usaha yang berisiko tinggi, baik dilihat dari segi kesehatan, keselamatan, lingkungan, maupun kepentingan umum. Hal ini dinilai menjadi solusi dari tidak optimalnya pengawasan yang dilakukan karena implementasi perizinan berusaha di lapangan cukup bervariasi.

“Hal-hal tersebut melatarbelakangi disusunnya perizinan berusaha berbasis risiko. Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo mengenai pangkas perizinan berusaha, sederhanakan prosedur perizinan, serta penerapan standar usaha dan perlakuan khusus untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK),” terangnya.

Mengenai kegiatan usaha yang berkaitan dengan LHK, UU yang disempurnakan ialah UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 41/1999 tentang Kehutanan, dan UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Sementara itu, 3 RPP tengah disusun yakni tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, tata kelola kehutanan, dan tata cara pengenaan sanksi administratif dan PNBP atas kegiatan usaha yang telah dibangun di dalam kawasan hutan.

Selain itu, UU Cipta Kerja juga mengamanatkan agar masyarakat penggarap hutan diberikan kesempatan untuk mendapatkan perizinan berusaha. Pemerintah akan memberikan kemudahan menggarap kawasan hutan bagi masyarakat.

“Masyarakat diberikan hak atas tanah Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) setelah dilakukan pelepasan kawasan hutan. Pemerintah kemudian memberikan bantuan, insentif, dan akses permodalan dan teknologi agar masyarakat dapat memanfaatkan aset lahan ataupun kawasan hutan yang sudah menjadi haknya, menjadi lebih produktif, serta kawasan hutan akan tetap terjaga fungsinya,” tutur Montty.

Lebih lanjut dia menegaskan, setumpuk kasus tumpang tindih perizinan di kawasan hutan atau kasus-kasus penguasaan hutan tanpa izin usaha menjadi fokus UU Cipta Kerja. UU ini juga akan menyelesaikan kasus-kasus tersebut melalui penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif, atau paksaan pemerintah pencabutan izin usaha.

“Prinsipnya, pemerintah tetap mempertahankan luasan hutan lindung dan konservasi,” tegasnya.

Selain serap aspirasi, Pemerintah juga membuka ruang kepada publik untuk memberikan masukan langsung melalui portal UU Cipta Kerja (uu-ciptakerja.go.id).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya