Asosiasi Travel: Bandara Internasional Dikurangi Rugikan Pariwisata
- ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
VIVA – Pemerintah berencana untuk menata ulang bandara internasional yang bisa menyebabkan penutupan beberapa bandara internasional eksisting. Hal itu mencuat setelah Presiden Joko Widodo menyoroti banyaknya bandara berstatus internasional di Indonesia atau sekitar 30 bandara.
Merespons hal tersebut, Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo), Elly Hutabarat, mengatakan rencana penataan ulang bandara internasional hingga penutupan berpotensi berdampak buruk ke sektor pariwisata di daerah-daerah. Sebab, sejumlah daerah daerah telah membuka dan memperbaiki wilayahnya untuk kemajuan sektor pariwisata.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Inflasi 2020 Bakal Jadi yang Terendah di Era Jokowi
"Saya mengusulkan kepada pemerintah jangan ditutup (bandara internasional) itu," kata Elly dikutip dari keterangannya, Selasa, 1 Desember 2020.
Elly memperkirakan penutupan bandara internasional akan menurunkan kegiatan bisnis di destinasi wisata hingga 30-40 persen. Selain itu, penutupan bandara internasional bakal merugikan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara (wisman), karena kehilangan akses penerbangan langsung ke destinasi wisata.
"Saya kira direct flight itu sangat aman dan penting untuk daerah-daerah tujuan wisata seperti Lombok, Belitung, dan Jawa Barat. Kalau bandara tersebut sampai ditutup maka akan membuat penurunan bisnis," ujarnya.
Elly mencontohkan, kunjungan wisatawan dari Malaysia dan Singapura ke Bandung tumbuh pesat saat ini. Sebab, ada penerbangan langsung dari kedua negara tersebut ke Bandara Husein Sastranegara, Bandung.
“Apabila bandara tersebut ditutup, otomatis wisman harus mendarat di Jakarta terlebih dahulu sebelum menuju Bandung. Hal itu jelas akan menambah waktu perjalanan dan biaya juga,” tambah Elly.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan mengusulkan 8 bandara internasional yang dinilai perlu diubah statusnya menjadi bandara domestik. Yaitu, Bandara Maimun Salah (Sabang), RH. Fisabilillah (Tanjung Pinang), Radin Inten II (Lampung), Pattimura (Ambon), Frans Kaisiepo (Biak), Banyuwangi (Banyuwangi), Husein Sastranegara (Bandung) dan Mopah (Merauke).
"Penataan bandara ini harus ditunda dan dipelajari lagi dampak dan sebagainya. Saya yakin pemerintah sudah melakukannya, tapi perlu mendengarkan masukan dari industri atau daerah pariwisata yang terkena," ujarnya. (ase)