Pengamat Anggap Wajar Premium RON 88 Dihapus, Ada Tapinya

Premium habis - Kelangkaan BBM
Sumber :
  • VIVAnews/Fajar Sodiq

VIVA – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menegaskan, penghapusan bahan bakar minyak (BBM) Premium RON 88 yang diwacanakan Pemerintah harus dilakukan dengan benar. Dibutuhkan roadmap yang jelas guna merealisasikan kebijakan itu.

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

Di dalam roadmap itu, nantinya pemerintah harus merinci mekanisme program yang akan membuat masyarakat menerima kebijakan tersebut. Serta bagaimana Pertamina bisa mewujudkannya secara teknis.

Baca jugaPremium Disebut Bakal Dihapus, Pertamina Sudah Siap-siap

Isu Kelompok Rentan Mesti Bisa Dipertimbangkan Cagub dalam Programnya Jika Menang Pilkada

"Susun roadmap-nya secara bertahap, supaya ini juga bisa diterima oleh masyarakat," kata Komaidi dalam telekonferensi, Rabu 18 November 2020.

"Dan secara paralel, berbagai macam pelaksanaan penugasannya oleh teman-teman Pertamina juga bisa dilakukan. Termasuk sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat bahwa (Premium) ini secara lingkungan memang kurang bagus," ujarnya.

Sebelum Disepakati, Baleg DPR Sebut Ada 299 RUU Masuk Usulan

Dalam hal mementingkan masalah lingkungan, wacana penghapusan Premium ini menurut Komaidi memang cukup relevan. Sebab, hingga saat ini hanya ada tujuh negara di dunia, termasuk Indonesia, yang masih memakai BBM yang dinilai tidak ramah lingkungan ini.

Ketujuh negara tersebut yakni Colombia, Mesir, Ukraina, Uzbekistan, Mongolia, Bangladesh, dan Indonesia. "Jadi dalam beberapa aspek, Premium ini memang relevan untuk ditiadakan," ujar Komaidi.

Meski demikian, agar tidak terjadi gejolak di konsumen atau masyarakat terkait penghapusan Premium ini, pemerintah harus menyiapkan roadmap yang jelas, konsisten, dan mendetail dalam setiap upaya merealisasikannya.

Sebab, salah satu aspek yang harus diingat adalah bahwa sejak tahun 1980-an, produk Premium ini sudah digunakan masyarakat Indonesia dan sudah sangat melekat bagi banyak orang.

"Jadi proses penghilangannya tidak bisa gradual, dan harus dilakukan secara bertahap, serta melalui sosialisasi. Kuncinya, pemerintah harus satu kata dan satu perbuatan, tidak bisa mencla-mencle," kata Komaidi.

"Karena saat ini saya kira apa yang disampaikan oleh petinggi Pertamina dengan apa yang disampaikan oleh pemerintah di sektor teknisnya, paling tidak di dalam konteks rencana penghilangan Premium, ini tidak sepenuhnya sama," ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya